Jumat, 19 Agustus 2022

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa.
Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa waktu selalu menjalin rapat dan meninggalkanmu tanpa ampun.
Berbulan, lebih dari tujuh purnama, yang dimampukan adalah berbicara tanpa suara, melihat tanpa bisa berkata, melengkungkan senyum di kaku wajah bertopeng, menyimpan sesak di dada dan sepenuh kepala.
Menghadapimu, memunggungi kenyataan bahwa membisu jauh lebih bermakna, menolak kebenaran bahwa memilikimu adalah semu.
Mengenalmu lebih dari tiga perempat umurku,selama itu pula namamu meremas setiap bilik dalam tubuhku, melubanginya dengan api, memenuhinya dengan asap,dan setiap kali pula membanjirinya dengan nyeri kegilaan.
Memandangmu membawa setiap kepiluan dan pedih dalam mataku, pantulan cahayamu adalah rindu yang mendendam dan mengerak, bahkan rembulanpun tidak cukup jauh untuk melukiskanmu.
Aku terjatuh, dan di juranglah aku menengadah.
Dingin basah titik air menghujaniku, merindukan hangat sinarmu, mentariku

Kau sungguh jauh, tinggi, tak tergapai dalam kepakan sayap-sayap keemasanmu
dan di sini aku terpuruk, merapuh dalam abumu,
kehilangan sayap-sayap patah dari luka menganga di punggungku.



melihatmu berpendar cerah di puncak langit
dari sini, di dasar jurang

Untuk : Sang Phoenix

Minggu, 12 September 2021

You should've known

This very early day remind me of you.
Why do you let me know everything from others? Is it too hard to tell me straight away?
You should've know, that I have the right to know it if it's about me.
You should've understand, that I could choose you if you asked me at that time.
I do really hope we still have more time to be honest.
Even so, thank you, you've made my life never be the same again



I think someone
is praying for someone

I think I can softly hear
a love poem that was silently written

It clearly flies over to you
I hope it reaches you before it's too late

I'll be there, behind you when you walk alone
singing till the end, this song that won't end
Open your ears for just a moment
I'll sing for you, who is walking through an especially long night

Once again, in your world
a star is falling

The silently shed tears
are flowing here

In my silent heart that has lost all words
I hear a voice like hearing a memory

I'll be there, behind you when you walk alone
singing till the end, this song that won't end
Take a deep breath
I'll sing for you, who forgot how to cry out loud

(So you can walk again)
I'll sing
(So you can love again)
Here I am, watch over me
singing till the end, I won't ever stop singing this song
On the day your long night is over
when you lift your head, I'll be right there


The poem written above is English translation from IU's song "Love Poem"

Rabu, 07 Juli 2021

Janji

Hingga hari ini, ada satu janji yang seringkali masih sulit saya tepati,
janji untuk selalu hidup bahagia.

Berbahagia menerima kenyataan bahwa hidup ternyata tidak pernah mudah dan selalu penuh kejutan.
Sungguh, kejadian tiap hari bisa berubah lebih cepat dari cuaca hari itu.
Terbangun dan membuka mata dengan senyuman cerah, lantas bersemangat penuh hangat cahaya mentari sepanjang hari, atau justru murung segelap mendung, marah bagai petir dan terduduk penuh kegalauan berurai air mata sederas hujan. Perjuangan hidup setiap hari jadi seperti perjalanan mengarungi langit dan segala isinya, sejuk, hangat, panas, atau dingin membekukan.

Dan satu hal yang paling mengagumkan (atau malah menyedihkan?), setelah semua itu dialami, sekali lagi masih ada hari baru disajikan di hadapan kita, luput dari kendali kita untuk menunda, menghentikan, atau mempercepatnya.
Tidak cukup sekali, sudah tidak terhitung malah, saya mengulangi janji tadi sebagai upaya untuk bertahan hidup. Untuk terus mengingatkan bahwa selalu ada banyak hal tersembunyi yang tidak bisa terselami dari maksud dan tujuan saya masih diijinkan hidup.
Apakah saya akan berbahagia hari ini?
Harus adakah hal atau orang yang membuat saya bahagia hari ini?
Sudah bahagiakah saya sepanjang hari ini?
Masih mungkinkah saya bahagia sesudah hari ini?

Beberapa tahun lalu, saya pernah menulis catatan harian yang mengungkapkan kesediaan untuk berbahagia ini secara implisit, sambil dengan beraninya meminta Yang Mahakuasa menjadi sumber kekuatan, saksi dan hakim atas kesepakatan ini. Kesepakatan ini, ajaibnya, selalu mewujudnyata di depan mata, tidak pernah berakhir.
Selalu ada berkat dalam bentuk apapun yang tersaji di hadapan saya. Entah dalam bentuk senang ataupun susah, tawa atau air mata, sehat ataupun sakit, kelihatan maupun tidak, semuanya ada dan saling melengkapi.
Tidak pernah terlambat, selalu tepat waktu, tidak terselami untuk pemikiran dan perencanaan saya, bahkan mungkin seringkali berbeda dengan pertimbangan orang lain.

Kalau sudah memilih untuk berbahagia, perlukah menyalahkan diri sendiri bila pilihan itu tidak terwujud? Haruskah juga menimpakan kesalahan pada orang lain atau pada keadaan saat semua berasa meleset dari rencana dan impian? Atau menuduh keadaan tidak cukup adil dan berpihak pada diri sendiri? Pernahkah duduk tenang untuk mengistirahatkan diri, atau mengakui bahwa cermin jiwa tidak selalu jernih untuk memantulkan kepantasan?

Semua orang pernah menderita, dan pasti pernah berbahagia, namun, yaaa, seperti cuaca, tidak ada yang berlangsung selamanya. Ada akhir dari setiap awal. Yang tersisa adalah apa yang akan dibawa sepanjang sisa umur kita; kejumawaan atau kerendahan hati, dendam atau maaf, kepahitan atau kelegaan, kebencian atau penghargaan, ketergesaan atau kesabaran, kutuk atau berkat dan ucapan syukur, rangkaian duri atau berkuntum bunga cantik. Semua kembali pada diri sendiri.

Tepati saja janjimu, dan berbahagialah.
Hidup ini singkat.



Promise

When life gets hard,
and most of the things seem unreachable,
just meet me in the memory that once beautiful, OK?

"So, are you happy now?
Finally happy now, are you?"

Eight, a song by IU ft Suga BTS

Kamis, 04 Maret 2021

ANGKA

Seberapa peduli kita sama makna angka?
Angka yang tertera dan tersirat di mana-mana memang bisa memberikan pemahaman beragam bagi setiap orang. Saya, jujur saja selalu sangat peduli pada angka-angka yang ada dalam sms banking, atau yang berurusan dengan atm dan buku rekening bank. Tapi belakangan ini makna angka bergeser, bukan hanya untuk dipedulikan, tapi dicermati dan diwaspadai; berkurang, bertambah, berapapun, bisa bikin semua siaga. Hitung-hitungan dengan angka, sekarang, bisa sama saja dengan bersyukur dan berjuang untuk tetap hidup.

Saya sudah sangat ingin menuliskan tentang angka ini sejak bulan lalu, bulan yang paling saya cemaskan dalam setahun karena selalu mengingatkan saya akan suatu hal yang tidak bisa saya hindari: mengingat angka, berhitung sisa usia saya. Dan untuk tahun ini, bulan itu memaksa saya benar-benar mengingat banyak angka. Sepanjang bulan, seluruh minggu, setiap hari dan setiap jam, saya dipaksa mencermati begitu banyak angka sembari bersahabat dengan sumber stigma dan perdebatan yang belum usai sampai sekarang, Covid 19 (ada angkanya juga loh…)

Berapa nilai saturasi, jumlah suplemen dan vitamin, frekuensi minum obat, kapan terkena, tracking siapa saja yang terdampak, kapan gejala berubah, durasi gejala, sampai jumlah jenis sayur, lauk, obat herbal, lama berjemur, waktu berjemur, jumlah segala dukungan, doa, video lucu, hiburan online, drakor, film jepang, jumlah klip BTS dan MV youtube, sampai peringatan melalui semua pesan, wa, sambungan telepon dan video call, serta segala statistik di media massa dan medsos tak lepas dari jumlah angka-angka. Belum pernah nilai dan ragam pemakaian angka begitu banyaknya. Masih ditambah lagi tahun ini saya menikmati angka kembar, 44, pasangan angka yang bahkan salah satunya saja, dalam budaya Asia Timur bisa menimbulkan efek Tetrafobia karena sangat berkaitan dengan kematian. Mitos ini, dan perdamaian saya dengan virus serta segala angka penyertanya ini bikin saya merenung ke angka-angka lainnya.

Angka-angka yang terlibat erat dalam pertanyaan mendasar, sudah berapa banyak waktu saya lewati, dan masih berapa lama lagi saya diberi waktu, untuk berapa banyak orang – kejadian – tempat – dan entah apa yang mesti saya hadapi lagi? Saya sadar, tidak terlalu suka berhitung, tidak mendalami numerologi dan bukan seorang numero phobia, tapi saya mengerti, saya tidak pernah boleh lagi lupa berhitung, mengingat angka jumlah dari setiap berkat yang masih bisa saya peroleh, dalam setiap napas dan kesadaran yang saya rasakan.
Saat saya masih diberi hidup.



Semoga seluruh mahluk hidup berbahagia.
Hari ini, di Manokwari, pada hari Kamis dengan tanggal cantik yang berlaku sedunia. 4-3-‘21

Jumat, 04 Desember 2020

Kekhawatiran

Apa yang paling engkau cemaskan dalam hidup ini?
Ketakutan sebesar apakah yang paling menghantuimu, baik sadar, maupun tanpa sadar?
Pernah engkau membaginya dengan orang lain?
Atau membiarkannya menguasaimu?

Mungkin benarlah, bahwa kenangan tentang jatuh, terjatuh, kejatuhan, menjatuhkan, dan sejenisnya bisa tersimpan begitu kuat dalam pikiran, dan seringkali melibatkan perasaan. Salah satu kenangan tentang jatuh ini menyangkut orang terkasih saya yang sudah pergi, Mama. Waktu, rentetan kejadian, setiap benda, orang dan aktifitas apapun yang terlibat dengan jatuhnya beliau pada saat menjelang sakit, bisa terpelihara dengan sangat segar dalam benak. Seringkali menimbulkan rasa ngilu bila terpicu hal-hal yang terkait dan langsung tergambar kembali dengan jelas. Ada banyak rasa sesal di sana, ada banyak pertanyaan mengapa begini, mengapa begitu, seharusnya begini, seharusnya begitu yang juga terlibat. Segala kesulitan yang mengikuti, tidak pernah hilang pula dari ingatan.

"Semua orang yang sudah lanjut usia mengalami penurunan kondisi tubuh, dan sangat beresiko untuk jatuh dan cedera. Kita hanya bisa berupaya menjaga." Itu juga sebagian dari pesan dokter saat itu yang teringat, bahwa selalu ada peluang hal-hal yang dikhawatirkan akan terjadi. Bersiap dan tetap waspada, hanya itu yang sebenarnya bisa dilakukan.

Saya juga sering jatuh, pernah secara fisik dengan efek luka dan memar yang kelihatan. Namun lebih sering lagi jatuh secara mental, dan dalam pikiran, yang dampaknya tidak kelihatan, tapi justru lebih lama pulih. Jatuh cinta, mungkin saja berdampak lebih lama dan menyehatkan, tapi jatuh sakit secara psikis, selalu tersembunyi dan sulit sembuh. Yang paling mencemaskan, semuanya bisa keluar setiap saat dalam ketakutan dan kegelisahan, penuh trauma.

Seperti sesosok bogart dalam kisah Harry Potter, yang menjelma menjadi ketakutan terdalam setiap penyihir yang menghadapinya, trauma itu membekas begitu dalam.
Atau seperti sosok imoogi dalam kisah siluman rubah penjaga gunung, yang memanfaatkan kecemasan terbesar semua tokoh di dalamnya, kondisi itu berlangsung ratusan tahun.
Bisa saja kekhawatiran akan kejatuhan terlihat hanya sebagai bagian menakutkan dari cerita itu. Semua tokoh pernah jatuh, pernah mengalami masa sulit, bergumul untuk bisa mengatasi rasa sakit, seringkali rasa malu, bergulat sendiri dengan perasaan dan pemikirannya, mencari tenaga untuk pulih kembali, dan bernafas terus dengan segala trauma sesudahnya.

Jadi, karena siapapun punya peluang untuk jatuh, masih mau bangkit kembali kan?
Gambar diambil dari RS Provita, awal tahun lalu, penuh kenangan dari yang terkasih, Ibunda Maria G. Keiluhu-Here.

Kamis, 03 Desember 2020

Menghitung Berkat

Setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam menghitung berkat yang diterimanya setiap hari.
Itu juga kalau dia ingat untuk menghitungnya.

Mengerjakan rencana yang sudah ditargetkan, menjalankan usaha apapun yang sudah diniatkan, atau sekedar memenuhi tenggat waktu tugas-tugas, bisa termasuk daftar berkat-berkat yang sering tidak disadari bisa dilakukan setiap hari.
Yang lain lagi mungkin melakukannya dengan cara berbeda, mengingat segala kesalahan, masalah, dendam atau menghabiskan sepanjang hari dengan mengeluh dan memikirkan kepahitan yang dialami. Entah dengan sadar, atau tidak sadar, iklas atau terpaksa, dengan santai, atau campur aduk, semuanya bagian dari menjalani berkat itu.

Masih ada banyak lagi hal-hal sederhana yang hampir selalu luput dari menghitung berkat, dan sudah pasti menjadi bagian litani tanpa kata Amin bila kita berusaha mengingat dan menuliskannya.
Ada yang menuangkannya dalam kata, ada yang menyimpannya dalam gambar, ada yang menguburnya dalam benak, sementara yang lainnya mungkin mau berbagi, pada siapa saja yang menyempatkan waktu untuk menerima.

Untuk saya? Bangun, dan selalu teringat untuk menyapa, sudah mengisi litani abadi itu.


Lewat mata yang masih mengantuk
Lewat dingin subuh menusuk
Lewat bantal berdaun hijau
Lewat mimpi yang belum usai
Lewat kasar kaos kaki tebalku
Lewat sesak rindu pelukmu
Lewat ingatan lembut bisik suaramu
Lewat pening pelipis dan sekujur dahiku
Ku melanjutkan
menyapa Nafasku


Terima kasih Tuhan
Aku masih hidup

Rabu, 02 Desember 2020

3 M

Sejak pandemi dimulai, muncul banyak sekali istilah baru, yang berkaitan dengan penyakitnya lah, penderitanya lah, dampaknya lah, kebiasaan barunya lah, segala macam, berisik sekali sampai berasa bisa bikin cabang ilmu baru di dalam ilmu Filsafat. Ilmu paling ajaib yang akhirnya, bisa juga saya pelajari sekarang, meski seperti biasa berujung dengan membawa lebih banyak pertanyaan tidak berjawab lagi.

3M, budaya adaptasi kebiasaan baru, cara termudah yang bisa dijalankan siapa saja untuk mencegah tertular Covid, awalnya menjemukan sekali untuk diikuti. Mengingatkan diri sendiri dan orang lain untuk selalu memakai masker, mencuci tangan sesering mungkin dan menjaga jarak, bukan hal mudah. Belum lagi kalau ada yang merasa diri kebal dan lantas bersikap bebal, membuat kita berusaha menambah kemampuan lebih, mengendalikan diri. Menahan diri sendiri supaya lebih tertib mengatur seluruh indera dan kebiasaan sendiri, supaya sedikitnya tetap bertahan sehat, waras, dan tidak muak dengan keadaan serta tim KB kebal-bebal tadi.

Menertibkan diri sendiri, bagi saya lebih ke arah menenangkan diri sendiri sembari mengingatkan bahwa segala kemustahilan adalah hal yang mungkin saja terjadi saat-saat ini. Virus tak kasat mata telanjang ini membuat banyak hal bisa terlihat dengan mata bahkan tanpa perlu terbelalak.
Melihat, bahwa nasib manusia sungguh serupa, terlahir, mesti berjuang untuk tetap hidup dan bertahan, atau hanya bisa berpasrah bila sang akhir sudah menjemput.
Memaksa kita untuk merasakan, bahwa bahkan segala daya, upaya, dana dan tenaga bahkan bisa memiliki batas.
Membuat kita mengerti, bahwa terkadang hanya harapan, doa, dan perasaan yang paling dalam saja yang bisa menguatkan kita pada saat kita berserah.

3M, mungkin bisa memiliki banyak versi untuk setiap orang, entah mereka menyadari, melakukan, atau mengabaikannya, memang kembali menjadi pilihan diri. Tapi bagi saya, melihat orang-orang terkasih berjuang keras hidup lagi, merasakan setiap nyeri, sesak, air mata, senyum mereka, dan mengerti betapa banyak berkat yang dialami, menghidupkan misteri menyenangkan tentang hidup sendiri.

Mengapa kita hidup? Ke manakah akan menuju kelak? Bagaimana nanti?



Untuk kakak-kakakku terkasih & semua pejuang COVID19. Semoga selalu diberkati Tuhan.

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...