Senin, 29 April 2013

Menyiksa diri

Beberapa hari yang lalu ada seorang teman yang mengajak ngobrol, mula-mula soal yang wajib dibahasnya karena kebetulan yang bersangkutan menjual produk, sampai akhirnya ke soal yang keliatannya gak penting tapi cukup menyentil. Teman ini menjanjikan sebuah produk masa depan, yang udah mulai bisa dirasa manfaatnya sekarang. Dan saya terpesona karena dengan penjelasannya saat itu, saya baru sadar bahwa selama ini saya rajin menyiksa diri sendiri dengan banyak hal yang tidak penting dan justru mengurangi peluang saya untuk hidup di masa depan. Akhirnya saya paham dan terpedaya dengan pengertian saya sendiri, lantas sukseslah produk itu saya beli. Cerita tamat sampai di sini. Terima kasih.

Hehehe... sebenarnya ini bukan kisah proses jual-beli produk yang biasa saja. Saya melihatnya sebagai bagian dari proses perubahan besar dalam cara saya memandang diri dan masa depan sendiri.
Sebelum ini, saya jarang menghargai kehidupan sendiri lebih tinggi daripada milik orang lain. Dari segi kemampuan, saya hanya memperhitungkan apakah saya bisa menyamai atau melebihi orang lain, lantas mengalahkannya sekalian. Dan sayangnya, kondisi itu berefek pada banyak hal lain. Saya sibuk memikirkan orang lain, saya sibuk memusingkan orang lain, saya sibuk menjadikan orang lain sebagai menu harian sakit hati saya, meski mereka kerapkali benar-benar tidak penting untuk hidup saya. Seringkali saya lelah dan ingin berhenti, tapi selalu berhasil kembali ke kondisi semula setelah melihat orang lain, dihina orang lain dan diperlakukan secara "khusus" oleh orang lain. Betul-betul tersiksa oleh "keinginan sendiri atas orang lain", manusiawi.

Untunglah pencerahan sempat datang sebelum saya betul-betul berubah menjadi orang lain. Dan banyak sekali cahaya berpendar menerangi jalan di depan saya. Lampu dalam kepala saya, pelita kecil dalam dada saya dan banyak percis mungil dalam tubuh saya sekaligus menyala terang. Saya berubah jadi manusia penuh sinar, meski bukan alien, siap menghangatkan jalan hidup saya sendiri, dan semoga bisa berbagi untuk sekitar saya.
Berkhayal lagi? Mudah-mudahan tidak. Saya menemukan, bahwa segala sesuatu yang saya lakukan, memang punya alasan penting untuk dilakukan, memang punya tujuan baik untuk dipertanggung jawabkan, biarkan orang lain menganggap itu tidak penting. Dan saya gembira saya bisa berhenti untuk menyiksa diri sendiri dengan pendapat mereka yang ternyata memang tidak penting.

Apa sebenarnya alasan kita untuk bekerja?
Apa sebenarnya alasan kita untuk berdoa?
Apa sebenarnya alasan kita untuk berilmu?
Apa sebenarnya alasan kita untuk segala perbuatan baik?
Apa sebenarnya alasan kita untuk hidup?




Kalau segala sesuatu punya alasan dan tujuan sendiri,
Mengapa masih saja selalu ada yang iri dan dengki
pada orang lain?


Berhenti menyiksa diri
dan selalu hidup sebagai diri sendiri
Cerahnyaaaa.......


(pict. www.dreamtime.com-image 11797146)

Jumat, 12 April 2013

TAKUT

Setiap orang pasti pernah merasa takut, akan beragam hal.
Saya juga hehehe….

Dan sesudah lebih dari sekali terjadi, baru kali ini saya sadar telah menghadapinya lagi.
Saya takut mati.

Manusiawi bukan?

Ada banyak hal yang belum selesai saya bereskan,
masih banyak masalah yang belum saya tuntaskan,
masih banyak tempat yang belum saya kunjungi,
yang pasti, lebih banyak lagi hutang yang belum saya lunasi.
Sangat wajar kalau akhirnya saya jadi benar-benar takut.
Sungguh-sungguh takut mati.

Belum lagi karena harus mempertanggungjawabkan titipan kecil dalam dada ini
dalam setiap tarikan nafas, sungguh menggila karena tersiksa,
sesuatu yang sederhana, hangat dan begitu luar biasa,
berharap masih cukup banyak waktu tersisa untuk menjaganya baik-baik.
RASA ini, terlalu kuat untuk dibiarkan patuh pada sekedar rasa takut….



Terima kasih TUHAN.
Saya masih Kauperkenankan mengalami
Keajaiban hidup ini kembali…

Jatuh cinta lagi
Indah sekali.

Jumat, 05 April 2013

HIDUPLAH...biasa saja....

Badan manusia memang tidak selalu bisa bersifat selentur karet. Isi otak dan hatinya juga serupa, tidak selalu bisa jernih – bening dan berkualitas baik seperti air pegunungan. Selalu adaaaa saja hal-hal dalam kehidupan sehari-hari yang mampu mengubah badan jadi kaku penyakitan , isi kepala jadi keruh, dan membuat dada membengkak karena dongkol. Kalau tidak hati-hati dan terbiasa setengah kurang waras, semuanya bisa langsung meledak keluar, menyembur ke mana-mana, dan membuat semua yang di sekitar berstatus “terberkati” karena semakin banyak beramal untuk memungut dan memperbaiki puing-puing kerusakan yang tersisa.



Pekan-pekan terakhir ini membuktikan banyak hal yang patut disyukuri dan disikapi dengan penuh nalar.
Bahwa tidak jarang badan manusia memiliki batas kemampuan untuk bertahan dan pada saat yang sama kita mengetahui siapa saja yang mampu membuat kita tetap bertahan.
Bahwa seringkali pikiran terpengaruh perasaan yang sedang berantakan sementara pada saat yang sama kita mengerti siapa dan apa saja yang mampu membuat perasaan kita utuh kembali.
Bahwa perasaan yang tidak bisa dikendalikan bisa sangat berbahaya dan pada saat yang sama kita menyadari ada banyak hal lebih penting yang mampu meredam dan menenangkannya.

Bahwa satu-satunya hal yang mampu mencegah kekacau-balauan itu berakibat fatal adalah dengan memaksa badan, pikiran dan perasaan tetap siuman, sinkron, dan tidak terpengaruh apapun.



HIDUP, memang selalu terlihat seperti ironi dari banyak kejadian yang saling melengkapi. Ajaibnya lagi, seringkali komplikasi semua kejadian itu bisa terjadi pada orang yang sama, situasi yang sama, tempat yang sama dan waktu yang sama. Begitu meriahnya hidup, berbenturan di sana-sini, terkadang bertabrakan namun tetap saja berjalan, tidak bisa dipaksa berhenti…..




HIDUP yang luar biasa ini… hanya perlu dijalani dengan biasa saja :

DUDUK TENANGLAH…dan TERSENYUMLAH…

BERSYUKUR ATAS SEGALA SESUATU YANG KITA MILIKI,
BUKAN MENYESALI APA YANG KITA INGINKAN
ATAU BERSEDIH ATAS APA YANG DIMILIKI ORANG LAIN.

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...