Senin, 28 Desember 2009

Koleksi lama II

Babak kedua, sebagian kecil koleksi dari Mt.Zero/Taravale Wildlife Sanctuary. Saat dikunjungi pertengahan September lalu, kawasan ini sedang dalam proses manajemen api, dibakar secara terencana untuk mencegah meluasnya hutan hujan tropis dari kawasan Paluma National Park yang berbatasan langsung dengan si Sanctuary.

Suasana lokasi fieldtrip yang dipenuhi padang mengering, lantai hutan penuh jelaga, angin panas terik, udara penuh asap, dan hampir tidak ada badan air selain kolam-kolam mati berlumut hijau, betul-betul membuat hasrat untuk tetap tidur di tenda begitu kuat.














Salah satu pohon dalam petak yang dibakar, ada gua liliput di dalamnya, masih berasap dan panas sekali....














Ngumpul karena penasaran, ngamatin si berbisa Eastern brown snake Pseudonaja textilis yang berhasil ditangkap para asisten, tapi gak berhasil dipotret krn tetap diaman-in dalam plastik....














Perkampungan mahasiswa selama fieldtrip, masih pagi banget...lengkap dengan kabut asap yang mengepung dari hutan dan pohon terbakar di dekatnya.














Brooke Bateman, PhD fellow berwajah secantik Kate Middleton, salah satu asisten yang sedang meneliti mamalia di Queensland, bersiap-siap melepaskan seekor Long-nosed bandicoot Perameles nasuta yang sudah menginap semalaman dalam perangkap berumpan daging ayam...














Si kecil Daisy, satu-satunya yang berwarna menyolok di tengah hitamnya tanah yang terbakar. Anggota famili Asteraceae ini memang berkelopak seperti kertas yang liat, mekar dan melepas biji-biji ringannya untuk terbang justru setelah terkena asap dan api, bersiap menanti hujan untuk tumbuh menjadi sekawanan rumpun bunga di kawasan kering ini.


Fieldtrip yang menyenangkan dan tak terlupakan,
pulang dengan alga hijau di antara jalinan rambut,
berkasutkan abu kayu meranggas,
terlelap dalam kemerahan periodical fever

Minggu, 27 Desember 2009

Koleksi lama I

Yang ini babak pertama, koleksi lama dari sepanjang Burdekin River Catchment System dan Mt.Zero/Taravale Wildlife Sanctuary. Yang satu berbasah-basah dan yang lainnya penuh asap sampai berembun. Masih saja bisa mirip, karena keduanya bagian dari fieldtrip yang penuh dengan assignment dan demam panas-dingin.

Sepanjang Burdekin dkk



















Kebun tebu dengan selang irigasinya...ringkas, rapih dan optimal


















Tempat mengaso ideal, persis di samping kebun tebu














Tertangkap basah, seekor phyton zaitun Liasis olivaceus entah sedang asyik berenang atau justru berjuang keluar dari saluran irigasi. Ular tak berbisa yang digelari terbesar kedua di Australia ini memang suka berkelana di sekitar celah bebatuan dan badan air, lalu ngumpet menunggu mangsa di sana...














Yang ini Sheepstation Creek, kali kecil yang penuh tumbuhan air dari tepian sampai ke dasar airnya. Tidak keliatan seekorpun domba alias sheep saat didatangi, pada ilang entah di mana.















Daphnia pertamaku.... haiyaaa lucu banget,
berhasil dipotret dengan kamera ajaibku,
n langsung jadi bahan laporan...kasian...


Fieldtrip yang meneduhkan,
persis saat komplikasi yellow-heart fever menyerang
kepala terpusing-pusing dan akhirnya terkapar menyerah.

Sudah mulai?

Tidak ngerti ini sudah masuk awal musim badai di Queensland, atau hanya sekedar kesambit ekor-ekor putaran si Laurence, siklon tropis yang memotong miring garis bujur benua kering ini... yang pasti, hujan yang dibawanya bisa menghapus hari-hari sepanas neraka di dusun Townsville ini....
















Siap-siap jatuh





















Akhirnya jatuh juga...
gagal ke mana-mana


Ada yang diam-diam muncul, lalu asyik sendiri....Litoria infrafrenata


Hari-hari ini,
saat ku lelah merindu, dan hujan rinduku,
akhirnya badai sendiri yang datang menjemputku...
indah.

Kamis, 17 Desember 2009

Inginku

Malam ini aku ingin
sungguh ingin sekali…
menarik nafas dengan sepenuh nyawa,
dan melakukan banyak sekali hal yang selama ini tertunda

aku ingin mengistirahatkan khawatirku ,
aku ingin melelapkan gelisahku,
aku ingin menidurkan cemasku,
aku ingin melupakan takutku,
aku ingin mendiamkan galauku,
aku ingin melalukan bimbangku…

lalu menatap dunia dengan sepiku,
kosong berdiri hanya sebagai kerangka,
diusap angin yang memotret segala letihku
disapu gerimis yang menghamburkan segala kesalku.

Sekarang ku berjalan sampai di penantian,
berharap tumpangan meski tak pasti tujuan
Ah aku ingin mengurung waktu agar tak mengalir
membasahi hati dengan dingin butirannya

Aku ingin
apapun yang lewat kan bisa mengantar
membawaku pergi ke tempat yang kuinginkan
meski aku tak tahu harus ke mana

Malam ini aku ingin
sungguh malam ini aku ingin sekali…
belajar menghembuskan nafas bagai tak berjiwa
ringan,
damai,
dan merasa bahagia.

Minggu, 13 Desember 2009

Sekitar City (III)

Sepertinya bakal berlanjut ke banyak jilid, dengan banyak kisah di tiap hasil jalan-jalan


Di belakang Culture Museum, dengan Townsville Inn dan Castel Hill di kejauhan





Dua dari banyak taman yang bertebaran di sekitar suburb, dengan keran air minum; untuk manusia dan binatang berkeliaran, tempat barbeque gratis, gazebo, sampai pohon mangga sexy berbuah gratis. Sayang, lupa motretin toilet apik, resik n full music di sudut.
Mungkin lain kali.




Yang ini anggota kelompok penghuni tetap, bersarang di lubang-lubang angin segala sudut bangunan dan lampu jalan, memanfaatkan air mancur di tengah tourist pedestrian dan membalas kemurahan hati penikmat Flinders Mall.




Jalan-jalan, memanjakan mata, melepas penat, mencari makna...

Sabtu, 12 Desember 2009

Sekitar City (II)

Masih dari sudut lain kota, kali ini di jembatan, lebih dekat ke laut



Victoria Bridge, di tepi Ogden Street



Di sini ada juga, rumah susun pinggir kali...





















Di salah satu ujungnya, ada yang lagi konsentrasi penuh, ngeberesin lampu, silau banget padahal, yah dah kerjaan

Di bawahnya, berhasil nyempil (atau ngeyelan?), beringin kecil memulai pergulatannya






















Tidak ketinggalan, Townsville Inn yang mirip bunga Grevillea alias Silky Oak ini, berdiri persis di sisi lain jembatan, seperti menara pengawas siapa saja yang lalu...

Sekitar City (I)

Sebagian koleksi, dari sudut-sudut ibukota dusun Townsville....



Ruas jalan menuju puncak Castle Hill, salah satu titik tertinggi di kota




















Trotoar di samping Bank tua



Sacred Heart Cathedral
Bagaimana dengan hatimu?

Ternyata sama saja

Perasaan khawatir akan kehilangan sesuatu ternyata tidak selalu dimonopoli mahluk yang bernama manusia. Satu pengalaman sederhana pagi ini sukses membuka mata, menunjukkan ada juga yang bertingkah serupa meski dengan kadar sedikit berbeda.

Sepulang dari kampus, masih kuyup oleh keringat, di tengah angin panas kering, sepeda butut kembali melintas di bawah beringin peneduh, persis di perempatan kompleks Riverway. Kresh...., tanpa peringatan, seekor Australian magpie terbang rendah dan menyerbu helm metalik di atas kepala. Aih, ini kali kedua sudah disambar burung yang biasanya cuek ini, dan benar-benar di kepala. Cerdasnya, yang pertama terjadi sewaktu berangkat, dan keputusan untuk mengganti rute pulang kelupaan akibat otak sudah meleleh kepanasan. Timbul pertanyaan, kenapa ya? Apa helm biru ini bentuknya berubah seperti makanan mereka kalo pagi-pagi begini? Atau ada sesuatu yang membuat sang magpie berubah jadi galak?



Sepasang Australian magpie Gymnorhina tibicen

Keinginan kuat untuk berbalik dan mengamati jadi urung dilakukan, bisa saja yang diserang sekarang wilayah wajah dan sekitarnya, sebelum fakta sesungguhnya terungkap.
Sepanjang jalan berusaha mengingat-ingat, apa yang seharusnya terjadi dalam rentang waktu ini, musim apakah ini, dengan begitu banyak pohon sedang berbunga dan berbuah, ini musim yang tepat untuk berbiak!!! Cling! Mungkin saja si burung berubah lebih sensitif karena berjuang mempertahankan teritori, pasangan atau bahkan anak-anaknya di sarang, persis di dalam beringin di tepi jalan tadi. Lantas bergerak berdasarkan insting, menyerang apa saja yang berpotensi mengancam, menyaingi, atau mungkin menimbulkan hilangnya sesuatu yang dijaga. Ah naluri, ternyata mampu menampakkan kecemburuannya begitu buta dan telanjang pada mahluk sesederhana dan sebiasa magpie. Lalu begitu telak menterjemahkan sesuatu ke dalam lelehan benakku....

Jadi kembali berpikir, bukankah akan lebih wajar bila manusia yang lebih kompleks, punya hati dan perasaan, juga memiliki kesempatan mengungkapkan emosinya dengan respon serupa? Apalagi bila kadarnya sudah mencapai batas untuk meluap?

Ini hati, adaaaaa saja......

Jumat, 11 Desember 2009

Maybe I need this :)

I took a quiz from my friend's blog and still can't believe this.
In the up and down of my life... really, I wish this result always be true...


You are The Wheel of Fortune


Good fortune and happiness but sometimes a species of
intoxication with success


The Wheel of Fortune is all about big things, luck, change, fortune. Almost always good fortune. You are lucky in all things that you do and happy with the things that come to you. Be careful that success does not go to your head however. Sometimes luck can change.


What Tarot Card are You?
Take the Test to Find Out.



Thanks mb'Icha :D

Mungkinkah?






















Akhirnya muncul juga....
kali ini sama-sama sebongkah patung perunggu, lelaki tak berbaju, menjerit tanpa suara dan terikat rantai, persis di jantung perpustakaan kampus.
Teman-teman yang begitu baik membantu memotretkan sampai kegerahan dan risih sewaktu permintaan berpose di sampingnya terpaksa mereka kabulkan.

Siapa sebenarnya yang diwakilkan patung ini?
Ada nama yang ditempel di sampingnya: P r o m e t h e u s.
Salah satu tokoh dalam mitologi Yunani dengan nama yang berarti "Forethought", alias "Sudah dipikirkan sebelumnya" tapi apakah jalan hidupnya menandakan namanya itu? Cerita Yunani yang berusaha menjelaskan, seperti biasa, ribet, njelimet dan kusut, melibatkan banyak kisah, sebab dan akibat, beserta tokoh-tokoh penting lainnya...

Kalau tidak keliru, Prometheus adalah seorang titan, yang bersama saudaranya Epimetheus, berhadapan dengan para Olympians, berada di bawah perintah namun akhirnya setelah membuat kasus, berseteru dengan Zeus. Sampai berdatanganlah Athena, Aphrodite, Hermes, seluruh isi kerajaan langit, untuk menciptakan seorang Pandora, menghukum sekaligus memberi harapan pada seisi bumi yang disayangi sang Prometheus...
Masalah dengan Zeuslah yang membuatnya terpancang dengan rantai di atas Caucasian, mengumpankan hatinya untuk setiap kali dimakan elang raksasa dan tumbuh kembali hingga akhirnya ia dibebaskan Hercules.

Apa maksud tokoh ini berdiam di lantai perpustakaan kelabu yang dingin ini?
Ada banyak "mungkin" yang muncul. Dan rasanya semuanya juga "mungkin" nyerempet pada kebenaran filosofinya....

Mungkin 1: ia menunjukkan kelihaian dan kecerdikan - meski hidup dalam mitos, mampu menipu Zeus, yang memilih persembahan tulang-belulang (hal buruk) yang terbungkus lemak (hal baik) ketimbang daging segar (hal baik) yang dilapisi kulit kerbau (hal buruk)

Mungkin 2: ia menunjukkan kecerdasan - berdasarkan legenda juga, menjadi yang pertama menyalakan obor dengan cahaya mentari, sekaligus menimbulkan kecemburuan para dewa yang begitu pelitnya menyembunyikan api dan menyengsarakan manusia

Mungkin 3: ia menunjukkan semangat yang abadi - membiarkan hatinya terus merasakan regenerasi meski tak ayal nyeri dan tetap tak mampu bergeming, hingga datang penolong

Masih ada 1 mungkin yang tersisa, dan ini datangnya dari rekan-rekan yang berpendapat berbeda....
Mungkin 4: sosok ini bukan Prometheus(!!!), tapi menandakan semua orang yang ada dan datang ke tanah ini sebagai yang terbelenggu, dan mengingatkan untuk berjuang lepas dari belenggu itu, yang tentunya bisa berarti apa saja, berbeda untuk masing-masing orang...

Melihat dan mengartikan figur yang berdiri diam ini barangkali akan menghadirkan banyak versi lagi. Tapi dari sisi seorang pembelajar, semua nilai; meski itu hanya tersirat dalam cerita, sampai ke segala ke"mungkin"an di atas, pasti tetap melekat, sama seperti gaya kesakitan sang patung yang bisa membuat pipi memerah setiap kali melewatinya. Cara yang sederhana untuk mengingatkan, bagaimana menafaskan diri selama masih ingin belajar dari hidup ini.

Selasa, 08 Desember 2009

Tak berubah

Through the darkness
I can see your light
And you will always shine
And I can feel your heart in mine
Your face I've memorized
I idolize just you

I look up to
Everything you are
In my eyes you do no wrong
I've loved you for so long
And after all is said and done
You're still you
After all
You're still you

You walk past me
I can feel your pain
Time changes everything
One truth always stays the same
You're still you
After all
You're still you

I look up to
Everything you are
In my eyes you do no wrong
And I believe in you
Although you never asked me to
I will remember you
And what life put you through

And in this cruel and lonely world
I found one love
You're still you
After all
You're still you



















Menerima dan diterima orang lain
apa adanya,
pasti butuh waktu
dan sering tidak segera,
tapi tidak akan pernah mungkin terjadi,
bila kita tidak belajar menerima diri sendiri lebih dulu

yakin, ada yang kan tetap sama....satu hati...dan Satu Hati.


(song: "You're Still You" Josh Groban, pict: creativeoverflow.net)

Senin, 07 Desember 2009

Mulai lagi













RASA ini
kenapa muncul terus ya?
fluktuatif,
naik-turun saja kadarnya,
tidak bisa hilang

bikin rasa-rasa lain ikut muncul,
mengerikan,
lama-lama bakal meletus juga....
haaaaahhhh,
tidak penting banget!!!!

rame betul, ngumpul semua di ujung tenggorokan
nunggu muncrat pas nanti digorok....



(pict. defeatsocialanxiety.com)

Minggu, 06 Desember 2009

Mampu berkisah

Sudah lama sebenarnya ada niatan untuk ngumpulin gambar bangunan di dalam dan sekitar Townsville, kota kecil di utara Queensland ini. Kota yang lebih mirip sebuah dusun besar, yang telah menjadi rumah sementara selama hampir setahun belakangan, dan masih harus ditinggali sedikitnya satu semester ke depan. Tapi apalah daya, kemampuan memegang kamera jauh lebih amatiran ketimbang kuatnya hasrat motret momen yang tepat dan segala yang indah-indah. Hasilnya? Jauh dari optimal :) Bosan dengan serial tumbuhan, hewan dan landscape alami, mungkin postingan ini jadi agak berbeda.


Northern main path

Bangunan selalu dikatakan mati, tak bernyawa, tersusun hanya dari rangka kayu, besi, plastik dan ramuan beton. Barangkali benar juga, meski aslinya manusia sendirilah yang kemudian meniupkan nafas dan memberinya hidup melalui konstruksi yang sudah berdiri.


Northern main bars


3rd floor carpark "roof j-tracks"

Seluruh foto di sini terkesan lengang, diambil persis setelah pusat perbelanjaan Stockland di perempatan Nathan Street dan Ross River Road tutup pada awal senja di Sabtu sore seperti biasanya. Namun semua jiwa yang melaluinya sepanjang jam-jam sibuknya, melewati tiap lorong, pilar dan pintu, sembari memantulkan bayangan di cerahnya etalase, menduduki setiap kursi di food court, atau mengistirahatkan kendaraan di atas aspal carparknya dan di sela-sela bars pengunci sepeda, sepenuhnya menghidupkan bangunan yang dingin ini.


Foodcourt centre-workplace


An Australian white ibis at northwestern side

Riuh kicauan burung-burung cosmopolitan yang bersarang di tingkap-lubang atap dan berlarian di sekeliling tamannya lebih rela lagi meninggalkan jejak jiwa, sama teraturnya dengan mesin genset dan AC yang tak pernah padam dalam kompleks bangunan ini.




Signs

Bangunan mati ini ternyata mengajarkan lebih banyak makna pada geliat hidup. Terlepas dari semua nilai yang sudah ada sebelumnya, masih ada sisi manusiawi, tempat manusia bertukar kebutuhan, menghargai kepentingan dan nilai manusia lainnya, dalam umur dan kemampuan tubuh yang berbeda.


Rivals at Centro, next to the intersection

Mengundang pemahaman yang beragam, tentang perjuangan dan pergulatan bersaing, ditolak atau berhasil memenangkan nasib. Ada warna keringat, air mata, darah, keluhan, kelelahan, senyum, tawa dan kelegaan yang terpancar dari setiap inci bangunan ini. Dan tanpa perlu bercerita, ia tetap berdiri di sana, menanti setiap yang melihat datang dengan kisah masing-masing.

Malam ini, waktu teringat kembali status selama di sini (dari seorang teman)… I'm still ”a full-time tourist & worker, and of course, a part-time student”

Sabtu, 05 Desember 2009

Batas

Sekeping biji rumput jatuh ke lahan gersang, di pinggir jalan yang ramai. Ia bertunas, tumbuh, berkembang dan mekar di sela rintik hujan dan cahaya mentari, kerap tak terlihat orang yang lalu. Berkali waktu debu panas keringkan batang-batang gemulainya, teguh ia bertahan. Setiap saat lainnya kembali menghijau setelah menari di bawah awan penuh embun.

Terus menyebar, gerumbul rumputku, luaskan akar tutupi retakan tanah padas di bawah lindungan jalinan daunmu, tarik sebanyak mungkin titik air yang sejukkan lubang-lubang menganga di dasar rumpunmu, kembangkan kelopak di kelabu lembut bunga-bungamu, siap melayang bersama hembusan angin ke tepi padang.

Namun kemarau kali ini rupanya kehilangan ujung, dan kaupun terbang dalam kepak kuntum-kuntummu. Jauh, lewati segala rekahan nestapa, dengan sayap terentang kuat dan tiara berkilauan di luasnya langit penuh bintang. Engkau pergi, tinggalkan tanah yang tak mungkin lagi sama seperti masa kau ada.


Hidup manusia itu seperti bunga rumput….
Hari ini ada, esok tiada.
Tidak pernah ada cukup waktu untuk berbagi, hanya kenangan dan cinta yang tetap membuatnya bernafas.
Dari mana kita datang, di mana kita ada, ke mana kita akan pergi, semua adalah waktuNya.
Kita hanya bisa berserah padaNya,
yang mencintai kita dengan CintaNya yang tak berbatas
dalam waktuNya yang penuh batas.





















Untuk Mbak Ona Soelarso, yang berpulang di awal pagi ini.

Beristirahatlah dengan damai, saudari kekasihku,
di tempat terindah,
di mana hanya ada Cinta
bebas dari air mata kepedihan
dan tidak akan pernah lagi ada penderitaan,
karena kasih Tuhan sendirilah yang kan selalu memelukmu….Amin.

Selasa, 01 Desember 2009

Kemarin



Kejadian sehari kemarin ada saja yang bikin tersenyum. Mulai dengan keheranan, di suasana pagi yang cerah namun sunyi saat menyusuri tepian sungai, yang biasanya riuh dengan sesama penikmat mentari. Siangnya tak banyak berubah, kampus yang terik namun lagi-lagi senyap, hanya angin kering musim panas yang menderu lewat jendela kantor. Bahkan pernyataan di layar online juga mengklaim kesepian untuk status hari ini.

Ada apakah gerangan? Apakah semua begitu telanjang sehingga mudah terbaca?

Kebekuan di otak mulai memaksa untuk dicairkan, tapi rupanya kekosongan yang sudah menemani sejak pagi tak mengijinkan program statistik yang dituju untuk menyingkapkan rahasianya. Malah mendesak untuk pulang dalam senja dengan kenyataan lain lagi, sepeda butut rusak lagi rem belakangnya. Yang tinggal, terduduk menatapi Cascara yang ramai menggantungkan kuntum-kuntumnya di atas tempat parkir yang hening.



Hal-hal yang tak terhindarkan selalu saja terjadi. Kerapkali, mengambil keputusan baru merupakan permulaan dari hal-hal tak terhindarkan itu. Saat seseorang mengambil keputusan, berarti ia menceburkan diri dalam arus deras yang akan membawanya ke tempat-tempat yang tak pernah dibayangkannya ketika pertama-tama mengambil keputusan tersebut. Setiap semangat, kekhawatiran dan kehampaan yang muncul di tempat-tempat itulah yang akan membuatnya merenangi arus itu sampai terdampar, karena pasti ia tak ingin tenggelam atau terhanyut begitu saja.
Masalah hidup selalu membuat kita tak bisa menghindar, butuh disiplin dan kesabaran untuk mengatasinya, dan harapan. Karena bila harapan sudah tidak ada lagi, buat apa membuang-buang tenaga untuk melawan hal yang mustahil.




Usai senja, kembali pulang ke rengkuhan malam dan terlelap dalam mimpi penuh keringat. Lelah sendiri memikirkan hari yang akhirnya bisa diselesaikan dengan sepenuh senyum, tanpa air mata.

Syukurlah, kemarin sudah lewat, dan ini sudah hari baru lagi.

Minggu, 22 November 2009

CERMIN

hidup itu seperti sebuah cermin
kadang bening, kadang buram
tergantung dari sang pemilik untuk peduli padanya

sampai akhir mungkin ia akan tetap utuh,
mengembalikan setiap sinar dan bayangan yang jatuh padanya

namun tak jarang cermin itu retak,
setiap retakannya, yang juga sering tidak sama jernih,
membuat setiap refleksi bisa tampak berbeda

bukan mustahil pula,
yang bercermin tidak mampu mempercayai raut sendiri,
hingga harus memilih,
antara menyadari apa yang telah dimiliki,
berubah sesuai bentuk yang diinginkan,
atau keduanya sekaligus

tapi sampai kapan pun,
cermin itu akan tetap memantulkan rupa yang sesungguhnya
yang harus diterima oleh yang berada di hadapannya

sebuah sosok yang,
pastinya,
sudah sangat sempurna menurut sang pemilik cermin.















Basically, it's all about an endless learning
through own-mirror
to live in this ephemeral life.



(pict. Self (translation)- bananapeelproject.org)

Kamis, 19 November 2009

Cerita gelisah

Galau, resah mengaduh
ada topan menahan amarahnya?
Resah, ragu melabuh
ada bencana siap melanda?

satu t i t i k
akankah memanjangkan garis?
atau nanti lenyap di atas kertas putih?






















h a t i k u,
terbiar tenggelam
dan ku hanya bisa menangis...



(pict. servantsofgrace.ning.com)

Jumat, 13 November 2009

W a j a r

Setiap bentuk kehidupan di alam ini bisa bertahan karena berhasil hidup dan menanggapi lingkungannya dengan penuh kesadaran. Pemikiran ini timbul bukan karena sekarang lagi sibuk berkutat dengan segala teori ekologi untuk satu ujian yang tersisa, tapi muncul justru karena ada sesuatu yang memaksa untuk tetap sadar, yang meminta untuk dituangkan.

Alam pikiran, untuk saya, adalah satu bentuk kehidupan, memperoleh begitu banyak nyawa dari dunia nyata, yang dilihat, dicerna dan diterjemahkan kembali, disimpan dalam memori dan sebagian dikeluarkan ke mana-mana. Segala hal yang melintas dalam benak sama seperti mahluk hidup; tumbuh, berkembang, berinteraksi, beranak-pinak, sampai akhirnya berakhir pada titik kesimpulan, ended, final. Suatu proses ajaib dan rumit, yang menjadi wajar sekali dalam keseharian kita.

Seperti di awal pagi ini, saya merasa terpesona saat menemukan bahwa saya sudah berhasil hidup dalam salah satu kewajaran setelah melihat tanggalan yang tertempel di dinding kamar berbata merah. Ada cerita masa kecil saya yang membuat nilai kewajaran ini makin menguat. Saat masih kanak-kanak, saya selalu merasa ketakutan saat gelap. Suasana gelap yang bisa saya tolerir hanyalah sejauh suasana kamar yang gelap dan masih mendapat sedikit penerangan dari luar saat akan tidur setiap malam.
Keadaan rumah gelap karena lampu padam kena giliran dari PLN dan membuat suasana jadi penuh cahaya lilin pun tidak merubah kadar ketakutan saya. Rasanya ada terlalu banyak bayangan ikut menari-nari saat gelap, kumpulan monster tak berbentuk yang ingin menarik dan menelan dalam kegelapan. Terlalu banyak mengkhayal? Mungkin juga, tapi yang pasti, sampai besar, saya masih sering tidak bisa menikmati banyak film horror yang penuh dengan suasana gelap dan ketidak pastian bentuk itu.

Sampai sekali waktu, satu hal terjadi dan merubah ketakutan saya yang satu ini. Orang yang sangat saya cintai dipanggil Tuhan, seorang yang suka memegangi tangan saya dan selalu hadir kapan saja saya butuhkan, pergi ke tempat yang tidak saya pahami bentuknya. Saat itu saya menyadari bahwa ada hal yang jauh lebih menakutkan daripada sekedar kegelapan tanpa bentuk, suatu rasa kehilangan yang tidak tergantikan.
Saya memaksa menghadirkan sosok yang hilang itu di mana saja dan kapan saja, terutama mendesaknya menemani saya pada saat saya belajar menikmati kegelapan tanpa ketakutan, waktu malam-malam ketika saya hanya bisa berbaring tanpa memejamkan mata. Semua bayangan yang dulu saya takutkan berangsur lenyap. Saya jadi mencintai kegelapan lalu belajar mengerti, bahwa ketakutan sebenarnya ada karena saya tidak bisa mengetahui apa yang ada di balik kegelapan itu. Saya juga belajar menerima, bahwa kehilangan itu menakutkan karena saya tidak bisa memastikan apa yang terjadi.

Saya bahkan menemukan, bahwa kegelapan ternyata bisa memunculkan begitu banyak hal indah juga.
Ada jejak kehidupan, saat saya menikmati malam gelap yang gaduh dengan kemunculan burung hantu serak yang putih seperti hantu dan katak-katak yang ribut di tepian sungai dan hutan saat harus mengerjakan penelitian.
Ada jejak kekaguman, saat menatap kelip bintang-bintang dan bulan yang tampak justru ketika malam penuh dengan kegelapan.
Ada jejak kelegaan, saat mengeluarkan penat seharian dalam meditasi tepat tengah malam dalam ruang tenda yang gulita dan penuh bayangan pohon dan desau angin.
Ada jejak keyakinan, saat penuh penasaran menunggu terang hari baru yang pasti datang untuk membuktikan banyak hal menarik yang akan terjadi.

Kegelapan menjadi satu bagian yang membuat seluruh potongan peristiwa kehidupan menjadi utuh, sehingga tetap harus ada dan diterima. Semua berubah menjadi satu kewajaran, hal yang sangat biasa. Saya bertahan menghadapi kegelapan, karena berhasil menanggapi makna keadaan itu dengan penuh sadar.

Hari dan tanggal keramat saat saya menulis postingan ini, sering dipakai untuk mengingatkan ketakutan pada dunia kegelapan tanpa bentuk. Dan pagi ini saya berhasil mengusir ketakutan ini dengan mewajarkan waktu hari ini sama dengan hari-hari kemarin dan hari esok, semua bagian dari waktu kehidupan panjang tempat kita setiap kali menjaga alam pikiran kita tetap hidup.

Memelihara perasaan kita untuk sadar atas suatu kenyataan dan hidup sebagaimana adanya memang suatu proses pembelajaran, karena ada banyak sekali hal yang harus kita tanggapi dan simpulkan untuk tetap bertahan sebagai manusia. Kita hanya mampu membuatnya berbeda dan penuh warna, menjiwainya dengan semua rasa yang kita peroleh sebagai anugerah berinteraksi dengan Yang Kuasa, dengan orang lain dan dengan alam sekitar. Memaknai hidup kembali tanpa penuh kepura-puraan, mengakui segala rasa, menikmatinya dengan penuh syukur, pasti membuat kita merasa lebih nyaman dan bersiap untuk segala kewajaran-kewajaran lain.





Untuk waktu-waktu belakangan ini, saat akhirnya banyak sekali rasa lega mulai menjadi bagian dari catatan hidup penuh kerinduan yang wajar

Rabu, 11 November 2009

Curiga

Makin banyak yang tumbuh berdesakan di tubuh...
kuhitung satu-satu, lalu kuhadiahi seringai
kulihat tanggal, rasanya belum waktunya
ada apakah gerangan...???
aduh...

Selasa, 10 November 2009

Sesak



Orang sering mengatakan, bahwa kita mulai menulis saat kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu yang kita lihat, pikirkan dan rasakan sudah melewati batas untuk dinyatakan dengan ujaran. Sering pula hanya hal-hal yang begitu kuat nilai rasanya yang berhasil memaksa kita untuk mencatatnya, menyiapkan benak kita untuk mulai mengingatnya.

Memang, ada terlalu banyak rasa yang berkecamuk gaduh belakangan ini, meminta untuk dituangkan dalam rangkaian kata. Namun sekarang kata-kata menjadi tak cukup lagi mengungkapkan semua rasa itu. Belajar menerima dan menikmati seluruh rasa itu akhirnya menjadi satu-satunya pilihan untuk hidup dengan sebuah kesimpulan...

Keadaan bahwa hidup penuh keajaiban, entah sadar atau tidak kita membiarkan mata hati kita merekamnya, lalu menyimpannya dalam memori pikiran kita, membiarkannya larut dan memancar lewat emosi kita. Mungkin kita membiarkan keajaiban itu lalu tanpa bekas, lepas namun kemudian merasa kehilangan. Tapi pada ujungnya keajaiban itu mendesak kita untuk bertekuk, tak lagi bisa mengelak.

Seorang pemimpi mengingatkan, kita hanya dapat memahami keajaiban hidup sepenuhnya jika kita mengizinkan hal-hal tak terduga untuk terjadi. Kita juga perlu belajar untuk melepas segala ikatan waktu dan ruang untuk menemui hal-hal ajaib itu. Belajar membebaskan jiwa, terbang, dan menari di tengah angin badai hidup dengan sepenuh kesadaran, hingga angin yang sama mengantar kita kembali pulang ke pusat hal-hal ajaib itu berasal…

ringankan benak… menjadi tenang... dan melayanglah



Saat si otak nangka mulai bergulat … menggeliat dan makin lengket...

Senin, 09 November 2009

Jalan-jalan

Sore ini bisa jalan-jalan di sepanjang tepian Ross River lagi, rencananya sih berburu foto burung-burung air yang suka berisik di sana...tapi anginnya kuat banget, mana burungnya sibuk terbang-terbang, yah jadinya cuman bisa motretin obyek yang tenang-tenang aja



Yang ini buah ara (atau masih ada yang berupa bunga????), dari jenis Ficus sp., salah satu tumbuhan favorit, karena punya cerita panjang soal penyerbukan dan penyebarannya, belum lagi jalan hidupnya yang sukses dengan nguasain pohon lain. Berusaha nyari tawon penyerbuknya, tapi yang ketemu malah semut ijo doang



Asam jawa Tamarindus indica... aduh di sini terbuang sia-sia... sampai item-item gini, lagi mikir, jenis burung riparian yang mana ya yang doyan buah asam ini



Ternyata bisa ketemu juga buah kemiri Aleurites mollucana di sini, cuman belum mateng. Ijo n keraaaasss



Ini satu lagi... mangga di petak revegetasi, sama yang di bawah...Royal Poinciana (nama bulenya si flamboyan Delonix regia). Bantaran kali di sini memang luas-luas, ditanamin segala macam pohon, yang banyak bunganyalah, yang banyak buahnya, n yang pasti banyak daunnya :D. Mungkin sengaja disediain buat segala binatang yang juga dicuekin berkeliaran di mana-mana.



Penat juga, karena beban yg penuh di kepala akhirnya sukses pindah ke kaki, mmmm tapi gak masalah, jadi lega dan tentu saja, bisa siap untuk perjalanan berikutnya

Good day!

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...