Kamis, 19 Agustus 2010

Berkemas-akhir

Bergulat
menyadarkan diri sendiri
mengayuh hidup ke tepian kenyataan,
tiba juga















Letih, masih penuh khawatir
berusaha mengumpulkan serpihan hati
pulang tak berkawan.

Jumat, 06 Agustus 2010

Berkemas-dua

Ngabisin detik-detik akhir dengan melancong
sementara hati disaput cuaca akhir musim dingin
kangen...haru-biru

Menyiapkan jalan lagi
untuk kembali pulang
memang tidak pernah mudah



Tullamarine Airport, Melbourne
Waktu pelangi melembutkan sang badai
sementara dada ini kaku karena rindu.

Jumat, 30 Juli 2010

Berkemas-satu

Kejadian lagi,
tidak beda jauh sama yang awal
berantakan semua
bingung mau mulai dari mana

Berkemas-kemas

hampir 20 bulan
hiks hiks hiks....
sampai juga di sini
huhuhu

Berkemas-kemas

pikiran n perasaan bener-bener belum siap
tidak rela, tidak iklas,
panik, bisa pada beres atau? apa lagi yang kurang???
gimana nanti nih, kalo misalnya???
wuahhhh


















Kok, malah kerasa berat ya....

Kamis, 15 Juli 2010

Belajar Lagi

Saya rasa kita bisa sepakat dan sering tidak habis mengerti, bahwa Tuhan bisa menyentuh mata batin kita melalui hal-hal yang sangat bersahaja.

Tidak sengaja, beberapa hari lalu saya membaca isi blog seorang anak perempuan belia. Dia menuliskan cerita keseharian yang sangat biasa, tapi artinya sungguh luar biasa. Terlepas dari pengaruh ibu atau keluarganya yang membuat dia menganggap cerita itu berarti untuk diabadikan dalam sebuah postingan, pesan-pesan yang tersirat di dalam tulisan-tulisan itu ternyata lebih dari mampu membuka mata pikiran saya lebar-lebar.

Postingan pertama yang saya baca adalah tentang makna lingkaran tahun yang mengelilingi sepasang mata kayu, di tunggak bekas pohon yang sudah diubah-fungsikan menjadi kursi di taman. Ibu sang penulis menjelaskan, lingkaran-lingkaran berbeda ketebalan itu melukiskan perjuangan sang pohon yang semasa hidupnya berusaha melewati musim semi penuh berkat dan musim dingin yang berat untuk tetap tumbuh dan berkembang. Entah mengerti atau tidak, sang penulis menambahkan bahwa dari lingkaran-lingkaran itu kita bisa belajar tentang passion, daring and destiny. Lugas sekali, tapi lebih dari cukup untuk membuat mata ini seketika berkaca-kaca.

Setiap hari selalu ada beberapa tunggak kayu mati yang harus saya lewati sebelum keluar dari halaman rumah, tapi belum pernah saya belajar hal kontemplatif seperti ini dari tunggak-tunggak itu.
Hanya dengan ada di sana, tampaknya mereka ingin berkata, melalui segala masa, topan-badai, panas-terik dan hujan-berpelangi, susah dan senang, berat dan ringan, mungkin kadang sekarat dan tersendat-sendat, semua terlewati, dan mereka tetap ada di sana.

Awalnya mungkin hanya semai tak berarti, dilompati dan diabaikan orang lewat, digerogoti serangga-serangga yang singgah, dihinggapi burung-burung yang lelah, tumbuh membesar dan menguat, digelayuti dedaunan, bunga dan buah, rontok, lalu bersemi lagi.
Setiap saat hanya menerima, merasakan dan berusaha berbagi apa yang dimiliki.

Kalaupun akhirnya semua berakhir, tinggal tunggak dan lingkaran-lingkaran pohon bisu, mereka masih saja ada di sana, mengingatkan yang lewat, bahwa mereka masih pohon yang sama, meski sudah berubah bentuk dan menyelesaikan tugas di bumi ini.

Hanya dengan ada di sana, lugu sekali, mereka menghidupkan kembali semangat saya, memberanikan diri untuk bercermin dalam setiap titik air mata dan gelak tawa, berjalan menempuh takdir, dalam pelukan Sang Pencipta.















Terima kasih untuk seorang Aisha Nindya Kirana,
sudah membuat mata ini terbuka kembali
menemani belajar menemukan jalan
kembali pulang ke sang hati
dan Sang Hati.

Selasa, 06 Juli 2010

Bertahan

Pernahkah kita menginginkan sesuatu, lalu mengungkapkannya, memintanya, dan setelah mendapatkannya lantas jadi menyesal dan memikirkannya kembali? Pasti pernah, mungkin sering, atau bahkan selalu, namanya juga manusia, paling berhak mencari pembenaran atas keadaan seperti apapun.

Ada satu impian yang suka berganti rupa ketika jadi kenyataan saat-saat terakhir ini. Impian untuk menjadikan hati ini tak berisi hal lain kecuali cinta dan perasaan membahagiakan orang lain. Kelihatannya ada yang keliru, karena ternyata ada hal lain yang ikutan nyelip di dalamnya, rasa mati...!!!...trus mati rasa...???
Mati karena bosan dan mati karena kangen. Dua-duanya berefek sama, berasa meledakkan nafsu lewat ubun-ubun, kalau tidak lantas berceceran di mana-mana, yaaa bikin banyak organ tubuh gelisah berdenyut-denyut.

Lanjutannya adalah memilih, tetap menumbuhkan sayap lembut cerah di belahan punggung dan halo di sekeliling kepala, atau justru memunculkan ekor panjang di ujung tunggingan dan sepasang tanduk kaku di puncak kepala.
Pilihan untuk tetap berjalan terus dengan sang impian, berusaha me-rechargenya dengan perhatian, cinta dan perasaan dari sumber yang tepat, ketimbang memberinya tenaga dari sumber yang lain, jadi pergulatan hebat untuk tetap bertahan.
Mempertahankan kewarasan, menjaga hati dan memelihara hidup. Kita sendiri, dan orang lain. Tetap setia.
Meski, duhaiiii...betapa sulitnya.

Jadi ingat hasil refleksi BeNing, si embun pagi, sesama blogger,

Mungkin akan ada banyak cinta
yang bisa kau temukan di luar sana,
tapi pilihlah cinta yang membuatmu hidup.
Bukan yang membuat mati.


Mudah-mudahan kita tetap bisa bertahan, tidak pernah sampai pada satu titik, yang mempertanyakan, “apakah perasaanku membuatmu merasa ingin mati?”














For today and also for An-other Star,
Just realize, honestly I can feel it now,
its really hard to stand as “Only Talk…”
when we try to “Never Think…”about one another
while anytime always “Keep Ask..” for each other

undeniably dying

Rabu, 09 Juni 2010

KU BERTANYA

Mengenalmu adalah menikmati penderitaan tak berujung,
menafaskan perasaan terluka dan sekarat,
mencari jawaban dari sebuah tanya,
“Mengapa?”

Dulu kubertanya “Apa?”
Dan kutemui jawaban “Mengapa?”

Pernah kutanya “Siapa?”
Dan kau menjawab dengan “Mengapa?”

Lalu kutanya “Di mana?”
Dan jawabmu kembali “Mengapa?”

Sempat pula kutanya “Kapan?”
Dan jawabmu hanya “Mengapa?”

Kini saat ku bertanya, “Mengapa?”
Kau kehilangan jawaban












Ini giliranku
tolong, jangan terdiam
terlalu menyakitkan....

Minggu, 06 Juni 2010

Keep awake

This is a Vanilla Twilight from The Owl City
always helps me feel better
even now,
when the fever keeps me burned inside
the wind leaves me shivered outside
and I never find the perfect way to show this feeling I hold
just trying to keep all in mind.



Still wish I have enough time
to tell you always
how much I miss you.

Sabtu, 15 Mei 2010

this is it

unavoidable point
can't go anywhere
nor turn anymore

feel IT begins to another END

chills the bones
dries the blood

NOTHING has left
d o n e













I am.

Kamis, 06 Mei 2010

CUKUP

Suatu hari, seorang ayah yang sangat kaya raya mengajak anak istrinya untuk berlibur di sebuah pedesaan terpencil yang jauh dari keramaian. Untuk mencapai desa tersebut mereka harus menyeberang sebuah sungai yang sangat deras dengan meniti sebuah jembatan sederhana yang tersusun dari balok-balok kayu.

Tentu saja, di desa itu tidak ada hotel berbintang atau akomodasi lengkap yang biasanya mereka dapati bila menginap di tempat wisata. Untuk tempat tinggal, sang ayah memilih sebuah keluarga petani yang sangat miskin. Di sana mereka ikut bekerja bersama-sama sang petani, ikut bercocok tanam, mandi di sungai, dan lain-lain. Pokoknya semua kebiasaan dan kegiatan masyarakat setempat, mereka ikuti.

Sepulangnya dari tempat itu, sang ayah bertanya kepada anaknya.
AYAH : “Bagaimana dengan perjalananmu ?”
ANAK : “Wah……luar biasa sekali, Yah !”
AYAH : “Apa yang kamu dapatkan dari perjalanan kita ini ?”
ANAK : “Saya melihat sebuah kenyataan bahwa kita hanya memiliki seekor anjing sedangkan mereka memiliki 4 ekor anjing.
Kita memiliki sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah-tengah taman sedangkan mereka memiliki sungai yang tidak ada batasnya.
Kita memasang lampu-lampu taman yang dibeli dari luar negeri sedangkan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka.
Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit sedangkan mereka memiliki tanah sejauh mata memandang.
Kita memiliki pelayan yang melayani setiap kebutuhan kita sedangkan mereka melayani diri sendiri.
Kita membeli makanan yang akan kita makan sedangkan mereka tidak perlu membelinya karena mereka menanamnya.
Kita memiliki pagar tembok dan satpam yang berjaga-jaga selama 24 jam sedangkan mereka memiliki teman-teman yang menjaga kehidupan mereka.”

Mendengar penjelasan anaknya ini, mata sang ayah berkaca-kaca dan tak mampu berkata apa-apa. Dalam hatinya berkata “Anak-ku sungguh bijaksana, sekarang aku tidak takut untuk melepaskannya ke manapun.”
Tak berapa lama, sang anak menambahkan, “Terima kasih, Yah. Akhirnya aku tahu betapa miskinnya diri kita”.

Cerita kiriman teman di atas mungkin tidak terlalu nyambung dengan lanjutan postingan ini, tapi tak apalah, semoga setelah dibaca, (terpaksa) bisa nyambung.

Rasanya satu-satunya penyakit yang mampu menjangkiti semua manusia adalah alergi terhadap perasaan dan kata cukup. Tidak pernah merasa cukup, atau terlalu sulit mengucapkan kata cukup. Apapun tampaknya tidak cukup untuk ukuran manusia.

Tidak cukup waktu untuk menyelesaikan semua impian kita, tidak cukup ruang untuk mewujudkan harapan kita, tidak cukup senang dengan hasil apapun yang kita dapat, tidak cukup puas dengan rejeki kita, tidak cukup bahagia dengan orang lain, lalu entah apalagi... semuanya hanya tidak cukup baik buat kita.

Terlalu sering kita melupakan kelebihan; apa yang kita miliki, dan hanya berkonsentrasi dengan kekurangan; apa yang kita tidak miliki. Lantas tidak lagi bersemangat dan mengisi hari-hari kita dengan bersungut. Satu-satunya obat dan terapi terbaik untuk menyembuhkan penyakit ini adalah bersyukur atas apa yang sudah dicukupkan Sang Kuasa.Ini cara paling sederhana untuk memperbaiki hidup; karena kita, dan juga orang lain, tidak pernah diciptakan dengan kekurangan.

Seringkali kekurangan seseorang akan menjadi anugerah bagi orang lain, dan kelebihan seseorang akan menjadi anugerah bagi orang lain lagi.
Mengucap syukur dalam segala hal,
p a s t i...
akan mencukupkan dan mendatangkan kebaikan atas diri kita.


















Thanks God,
it’s been a half of full circle now,
and I only have a heart
wish it’s still good enough
for everything.

Selasa, 13 April 2010

Almighty

Apa yang terjadi bila manusia dihadapkan bersama-sama
di hadapan Sang Pencipta
tanpa atribut atau predikat apapun

tidak ukuran dan penampilan fisik,
tidak warna kulit
tidak suku dan ras
tidak jenis kelamin
tidak bahasa
tidak ukuran harta dan kepangkatan
tidak usia dan pendidikan
tidak juga agama dan kepercayaan

lalu berdiri
hanya sebagai J I W A
KOSONG dan TERLEPAS dari DIRI



siapakah manusia itu ?
SAMA-kah di hadapan-Nya
YANG PALING dan SELALU MAHA TAHU ?


















Masih saja
Tak habis-habisnya heran

Minggu, 11 April 2010

Berat

Ngayuh sepeda butut
Pegal pinggang-keseleo
Jadi ingat....

Nggendong ransel penuh
Beban kerjaan-kesisa
Jadi ingat....

Ngerasa udara pagi
Sentuh pipi-kedinginan
Jadi ingat....

Nyusurin jalan jembatan
Halau burung-ketakutan
Jadi ingat....

Ngitung taburan senyum
Hapus embun-kesiangan
Jadi ingat....

Ngeliat bunga rumput
Mekar merah-keunguan
Jadi ingat....















Kangen berat,
malah kian menjadi-jadi
gombal tak tersembuhkan....

K.U.M.A.T, GAK ADA O.B.A.T

Selasa, 06 April 2010

MASIH DI BAWAH

Di bawah langit kelam malam ini
tak sabar menghitung bintang bertaburan
satu demi satu tak habis
seperti tiap titik impian di dinding benak

Di bawah awan kelabu pucat malam ini
berpeluk lengan di tengah angin yang lepas
sentuh halus butir-butir kata
menyusun kalimat tak terucap

Di bawah bulan malam ini
sepenuh rindu ingin bermimpi
sementara ini, hangatkan hati
berteduh dulu di bayangan tangga

menunggu.













Untuk hari ini,
Bersyukur dan berusaha memanggil sang malam
Masih berteman mentari yang hangat,
bersama menjemput sang kekasih

Kamis, 01 April 2010

WINNER vs. LOSER

Unknown author-another gift from a friend

The Winner is always part of the answer;
The Loser is always part of the problem

The Winner always has a program;
The Loser always has an excuse.

The Winner says, "Let me do it for you";
The Loser says, "That is not my job."

The Winner sees an answer for every problem;
The Loser sees a problem for every answer.

The Winner says, "It may be difficult but it is possible";
The Loser says, "It may be possible but it is too difficult."

When a Winner makes a mistake, he says, "I was wrong";
When a Loser makes a mistake, he says, "It wasn't my fault.”

A Winner makes commitments;
A Loser makes promises.

Winners have dreams;
Losers have schemes.

Winners say, "I must do something";
Losers say, "Something must be done."

Winners are a part of the team;
Losers are apart from the team.

Winners see the gain;
Losers see the pain.

Winners see possibilities;
Losers see problems.

Winners believe in win-win;
Losers believe for them to win, someone has to lose.

Winners see the potential;
Losers see the past.

Winners are like a thermostat;
Losers are like thermometers.

Winners choose what they say;
Losers say what they choose.

Winners use hard arguments but soft words;
Losers use soft arguments but hard words.

Winners stand firm on values but compromise on petty things;
Losers stand firm on petty things but compromise on values.

Winners follow the philosophy of empathy:
"Don't do to others what you would not want them to do to you";
Losers follow the philosophy:
"Do it to others before they do it to you."

Winners make it happen;
Losers let it happen.

The process to become winners might sound unbearable
but it will never be too impossible
for those who believe they are one of them,
because many times we don't realize...
When God closes a door, somewhere He opens a window















Just open your heart,
so His lights can shine through, they won't take so much space,
they'll only let all the shadows flew away.

Minggu, 28 Maret 2010

Kelilipan

Malam ini mata kanan kelilipan, gak tanggung-tanggung, kelilipan kuku… kedengarannya jorok, tapi demikianlah adanya (lho?). Biasalah, kerjaan mingguan, ngerapiin penampilan jemari tangan dan kaki, sekaligus menghemat ongkos obat cacing setelah mengurusi tanah berpot-pot di glasshouse. Si kuku mental dan masuk mata, bikin blingsatan naik ke lantai atas, minta tolong teman serumah untuk mengurangi penderitaan...

Lega akhirnya, meski mata berair dan rasanya makin besar saja…mudah-mudahan gak mirip si Bugsy di Bedtime Stories... :P. Untunglah hanya kelilipan kuku, kalo kemasukan potongan kukunya…waaaahhh….bisa runyam… Kebetulan selama ini setiap ngoleksi pemotong kuku, tidak pernah dibiarin berada dalam kondisi sendirian, paling sedikit ditemanin gantungan kunci, atau kunci-kunci penting, biar tidak kelupaan naruh, karena bakal dipakai terus, weekly or forthnightly.

Setelah diperhatiin baik-baik, si pemotong kuku kali ini keliatannya berniat bikin kelilipan untuk ngingatin beberapa hal.

Hal pertama: ternyata kesehatan itu saling berkaitan; saat ini…kesehatan kuku, perut dan mata...gara-gara mengurangi ukuran kuku, lokasi rawan sumber penyebab cacingan, akibatnya kesehatan mata terganggu. Mungkin kebiasaan menggunting kuku sambil asik nonton TV seperti malam ini, juga harus dilarang. Berarti, kelilipan berguna juga untuk mengingatkan bahwa hidup sehat dan tidak ceroboh itu penting.

Hal kedua: ini dari merhatiin rekan-rekan si pemotong kuku; kunci-kunci sepeda dan gantungan kunci New Zea’s sheep. Barang-barang ini betul-betul mancing hasrat untuk jalan-jalan, naik sepeda ke mana-mana, trus menjelajah sampai ke ujung selatan benua ini, sambil hunting foto banyak-banyak. Geli, bisa muncul banyak keinginan, hanya dari ngeliat kedua benda sesederhana ini.

Hal ketiga: jadi mikirin orang lain; beberapa hari terakhir ini benak memang lagi sesak-sesaknya keracunan asap mangkel, eneg dan gemas melihat sosok-sosok yang physically-mentally-deceitfully, be proud with their situations in front of other people, and still keep it .... Waaaahhhh malah bikin diri sendiri bertanya-tanya.... Untunglah sempat panik tadi, isi kepala jadi agak jernih akhirnya. Mungkin sudah waktunya ini otak dikeluarin sebentar dari batok, trus dicuci bersih-bersih, sebelum menularkan penyakitnya sampai ke hati.

Entah semua ingatan di atas bisa saling nyambung atau tidak, seperti kelilipan tadi; ganjelan tadi gak bakalan ilang, rasa sakit tadi gak bakal usai, hasrat tadi gak bakal terpuaskan, the invisible racun tadi gak bakal terkuras, kalo gak ada pilihan untuk lepas dari semua. Ah!













Barang bukti; si potongan kuku, rentengan kunci sepeda, gantungan kunci fave, saputangan biru, di atas seprei pembawa mimpi....

Kelilipan, bisa aja bikin kumat, mengkhayal n mikir yang ajaib-ajaib hihihi....

Rabu, 17 Maret 2010

Dalam hujan

Postingan tentang menghadapi orang “susah” sudah lebih dari sekali muncul dalam blog ini, lalu seringkali, atau tepatnya selalu, mendesak kita sendiri untuk belajar banyak hal. Berusaha memahami tentang mereka, situasi asal, solusi terbaik, sampai akhirnya kembali mengajak diri sendiri untuk memasang cermin dan belajar memperbaiki pantulan yang nampak di dalamnya.

Hari-hari terakhir ini mahluk-mahluk “susah” itu bermunculan lagi. Menggelikan memang, saat kita berusaha menjaga diri untuk tidak mempersulit orang lain, setiap kali pula kesulitan itu muncul. Mungkin itu yang sangat menarik dari hidup, terlalu banyak paradoks dan ironi bergiliran dalam waktu yang tak terkira.

Jengkel, dongkol, mangkel, semua emosi jadi akumulatif dan berpusar-pusar seperti mata badai dengan ekor-ekornya. Terpesona melihat kenyataan, adaaaa saja mahluk yang demikian...sementara di sisi lain jadi khawatir, apa kita pernah bertindak sama?

Tidak ingin menuduh, tapi ini bagian dari kenyataan, banyak orang berlaku seperti truk sampah, berjalan keliling ke sana-kemari membawa sampah; segala masalah, frustasi, kehampaan, kemarahan dan kekecewaan, yang kadang-kadang dibiarkan membusuk jadi kebekuan, dendam dan sakit hati. Rentang waktu bertambah, makin bertambah pula volumenya, semua sampah itu pasti perlu dibuang karena kapasitas hati dan otak tentulah terbatas, dan kerapkali kita yang menjadi sasaran pembuangannya. Kecipratan hujan badai yang datang tanpa peringatan....

Solusinya? Selalu lebih sederhana untuk diucapkan ketimbang dilakukan: biarkan badai itu.... Tersenyum saja, jangan ambil hati, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.
Jangan pernah berusaha mengambil sampah mereka dan menyimpannya. Atau, jangan malah membawa sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang kita temui, di tempat kerja, di rumah, dalam perjalanan atau di manapun.

Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati.
Hidup ini terlalu singkat untuk pergi tidur di malam hari dengan penderitaan, lalu bangun di pagi hari dengan penyesalan.
Kasihi orang yang memperlakukan kita dengan benar, dan berdoa bagi yang tidak.

Hidup itu 10% mengenai apa yang kita buat dengannya dan
90% tentang bagaimana kita menghadapinya.

Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu,
tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.


















Tanda-tandanya mau ada hujan badai lagi...
tetap, "pasti bisaaaaa!!!!!"

Sabtu, 06 Maret 2010

Ringan

Setiap kali berniat memulai sesuatu, berusaha menghadapi sesuatu, atau bahkan berjuang menyelesaikan sesuatu, pasti selalu ada yang membuat setiap langkah rasanya penuh beban. Mengajak untuk berhenti, menarik untuk kembali, memaksa untuk melupakan, menambah koleksi semua hal menyakitkan yang harus dilawan.

Sering lebih mudah membekukan rasa dan membunuh pikiran untuk mencapai apa yang mungkin menjadi asa. Lalu membiarkan apa yang seharusnya terjadi, berlangsung sesuai alur, di luar kehendak dan kuasa kita. Tanpa perlu bermimpi lagi, karena tidur bahkan tak perlu lagi, untuk sebuah impian yang pasti tinggal disadari, entah dulu, sekarang, atau kelak.

Mungkin benar, ada pesan usang tapi tidak pernah lekang,

Be afraid not of going slowly, be afraid only of standing still.

Jangan takut untuk maju meskipun perlahan
yang perlu ditakutkan adalah bila karena ketakutan itu,
kita terduduk, diam di tempat tanpa berbuat apa-apa....
Lebih baik terus berjalan, meskipun pelan,
daripada duduk diam.
Lebih baik berjalan pelan,
dan menuju ke arah yang (kita yakin) benar,
daripada berlari menuju arah yang salah....


















Kutemui wajah-nya,
sentuh yang kucari,
dan lepas semua ikatan,
berputar bersama angin,
ringan.

Rabu, 03 Maret 2010

Sakit

Satu-satunya cara
untuk melenyapkan rasa kehilangan
adalah
mematikan seluruh harapan
untuk bisa memiliki.












Seandainya ku tak pernah punya
h a t i

Kamis, 11 Februari 2010

Seharusnya tidak

Ini notes paling cocok untuk hari ini, bener-bener kena banget,
sengaja disalin di sini, supaya bisa terus ngingetin,
kalau segala hal berbau paranoid mulai muncul dan menganggu kadar kewarasan.

Merasa kesepian, seharusnya itu tidak boleh kejadian.

Saat engkau kesepian karena banyak teman yang tidak menyapamu, bahkan meninggalkanmu di saat engkau membutuhkan kehadiran seorang sahabat, itulah saatnya engkau mengubah kesepian menjadi kehangatan. Kehangatan yang sejati bukan berasal dari orang lain yang menemanimu, bukan pula dari orang yang begitu memahami persoalanmu.
Kehangatan sejati itu berasal dari Allah yang pertama kali telah merengkuhmu saat engkau mengalami kesepian.

Kesepianmu bukanlah akhir segala-galanya, dan bukanlah kenyataan hidup satu-satunya yang terjadi pada dirimu. Hidupmu bukanlah kesepian. Kesepian itu hanya salah satu duri, yang membuatmu berpikir, merenung, namun juga memberi kesempatan dirimu terluka. "Pengalaman terluka" itu dibutuhkan agar engkau tumbuh berbuahkan kasih. Tanah yang subur bukanlah tanah yang kuat, bagaikan batu, tapi tanah yang rentan, mudah diambil dan digenggam, mudah dicangkul, dicampur dengan pupuk, dan mudah menyerap air.

Kesepianmu saat ini ibarat tanah subur yang siap dicangkul dan disiram air segar. Kesepian itu membuat hidupmu terluka, namun "luka" itu tidak lain sebuah "ruang", meski sempit sekali, tapi ruang itu dapat engkau persembahkan kepada Allah. "Allah, aku punya "ruang" untuk-Mu, agar engkau tinggal. Kesepianku telah engkau biarkan hadir, agar terciptalah "ruang bagi-Mu" di dalam hati ini. Tinggallah dalam "ruang hatiku", agar aku mengalami kehangatan kasih-Mu. Engkau yang hangat, selalu menyapaku setiap hari."

Semoga kita mau belajar mengubah kesepian menjadi kehangatan dengan saling mendahului untuk menyapa sahabat-sahabat, saudara serumah, pasangan hidup, dan anak-anak!

Dikutip dari :
Kesepian itu menciptakan "ruang" untuk kehangatan
Rm. Blasius Slamet Lasmunadi, Pr.













Untuk hari ini,
karena seluruh hari lalu sudah boleh ada dalam pelukanNya,
dan seluruh hari ke depan,
tak pernah habis bermohon,
akan selalu ada dalam genggamanNya
Amin.

Sabtu, 06 Februari 2010

Melihat

Hampir selalu, kita berada di tengah situasi dan lingkungan yang jauh dari yang kita harapkan, bertemu dengan orang-orang yang kerapkali berseberangan, bekerja dengan orang-orang yang keras dan seenaknya sendiri, berbagi dan melayani dengan orang yang suka menyinggung, tapi mudah tersinggung, bahkan berusaha bertahan untuk orang-orang yang seperti tidak sadar kita ada untuk mereka.

Waktu, tenaga, dan pikiran kita terkuras hanya untuk meladeni orang-orang “sulit”, meski lebih tepatnya, “ajaib” ini. Kondisi ini mampu membuat kita frustasi, dan seringkali menyebabkan kita akhirnya memutuskan untuk hidup mendatar saja, atau menurun saja, persis seperti usaha menjawab teka-teki silang, yang njelimet, tanpa celah untuk mencang-menceng miring ke kanan atau ke kiri, sebelum akhirnya mentok dan sibuk bertanya ke mana-mana.

Namun, di saat Yang Maha Kuasa mengizinkan mahluk yang berstatus “orang-orang” hadir dalam hidup kita, maka pasti sudah ada tujuan yang disiapkan untuk itu. Begitu pula keberadaan orang-orang “ajaib” di dalam perjalanan hidup kita. Dari mereka, setidaknya kita dapat belajar tentang KESABARAN, KERENDAHAN HATI, dan PENGUASAAN DIRI. Pada saat yang sama, kita bisa sekaligus bercermin, betapa menyakitkannya kita bagi orang lain bila menjadi orang seperti itu.

KITA diingatkan untuk tidak menjadi orang yang “ajaib” bagi orang lain. Sesekali, dengan berhadapan dan hidup bersama mereka, kita pun menjadi lebih obyektif dalam memandang mereka; bisa jadi ada banyak hal yang membuat mereka menjadi “ajaib”, bagi diri mereka sendiri, sampai perlu bersikap “ajaib” bagi orang lain.
Melenyapkan segala kemarahan, sakit hati dan kekesalan saat berhubungan dengan "keajaiban" mereka mungkin sukar dilakukan, tapi mulai menyertakan harapan, simpati dan empati bukan pula sesuatu yang mustahil.
Menjalani hidup, dengan pantulan berbeda, mungkin bisa sama menariknya dengan efek dadu pada mainan ular tangga, naik-turun, bertemu banyak penghalang dan juga penolong, melesat kesana kemari, sampai akhirnya tamat sebagai pemenang.


















Belajar melihat dengan mata yang lain,
makin lengkap? mudah-mudahan,
atau justru semakin banyak yang lenyap....

Senin, 01 Februari 2010

Giving up

Hari ini di tengah kegalauan,
Sesuatu menegurku,
percikan butiran bergaram di wajahku
membawa perih di kedua mataku....



Hari-hari hidup yang dilalui,
Mungkin mirip bentangan samudera,

Yang meneduh dalam dan kebiruan,
meski ujung-ujungnya berakhir pecah memutih
Yang bisa mengkaramkan kapal,
namun mampu menghantarkan biduk
Yang mungkin menyimpan badai,
tetapi selalu dapat menyurutkan airnya

Yang pasti menerima semua;
terik mentari, senyum rembulan,
sentuhan fajar dan senja, lengkung pelangi,
terpaan angin, pantulan langit,
gerimis, hujan, butiran air sungai,
bahkan juga sang embun.

Kasih yang tulus,
Yang memberi bukan untuk menerima balasan,
Yang menghargai penantian dengan penuh syukur,
Yang berbagi sampai sakit pun tak lagi berasa,
Sama seperti tarian abadi sang samudera,
yang tak pernah lelah beriak, berombak,
bergelombang, berbuih,
mengering lalu pasang

sejak awal dahulu, dan terus sampai akhir nanti.

Hati
juga seperti samudera,
sejauh apapun bergelora
tetap kan pulang ke pesisir sang pantai.

Sungguh, kujadi ingin seperti samudera,
meski mustahil merenangi luasnya,
mungkin cukup menghanyutkan diri bersamanya....

Thank you for drowning me.
(1 Corinthians 13:7).


pict. ocean eyes-yourstrulypoetry.com

Sabtu, 30 Januari 2010

Tak tertahankan



Hujan-badai gini memang enaknya dengerin lagu,
ketimbang main air di luar.
Soalnya, meski dijamin bisa dinginin otak dan hati,
tapi tetap aja bisa bikin isi tak tertanggungkan
dalam keduanya bakal mengalir juga ketambahan rasa yang lain.

Dingin, ngepas banget

Jumat, 22 Januari 2010

Nyadar

GILA I

Antara dua jaman
menderita dalam tawa
gila!
(220694)

GILA II

Meraung di jalan-jalan
mata menggarang
gila!
(230694)

GILA III

Topeng-topeng busuk!
Hati mengerak
gila!
(230694)


jangan pernah ikut gila
di jaman gila
di jaman orang gila
tidak pernah merasa gila
bahkan sibuk menggila-gilakan
orang tak gila
(masih dari Gladak juga, 130295)


















Buat yang masih megap-megap tapi bisa tetep datar-datar aja,
ini yang dibilang eksaserbasi akut sama mb' oma itu kali ya?
Wkwkwkwkwk


pict. complete sanzaru-3aymun.wordpress.com
(anticlockwise: Iwazaru, Kikazaru, Shizaru, Mizaru)

Minggu, 17 Januari 2010

Mencari udara

HIDUP I

Tanpa angin...
Tanpa air...
Gersang....
Takkan tumbuh bunga
Rumputpun tidak
Sepi...
(220594)

HIDUP II

Apalah dia
semakin kering
gurun dari gurun
punah semua....
(010694)

HIDUP III

Kemarau gurun
melayang segala air
tanpa pernah kembali
walau setetes...
gersang...
(070694)

HIDUP IV

Melayang di ruang hampa
hampir mati
tiada peduli!
air....
(230694)

HIDUP V

Badai gurun usai
sunyi meraja
kemaraupun menyurut
entah esok hari...
(240694)

HIDUP VI

Rumput tumbuh
padang menghijau
angin perlahan
berhembus sunyi
tanpa gerak...
(300694)

HIDUP VII

Padang tetap padang
kuncup bunga kan tumbuh
pasti indah
sungai akan terus mengalir
membelah padang hijau
telah berubah semua
hidup....berakhir...
(300694)

Aliran hati,
berangkat dari mata air derita,
berakit menuju pantai harapan...
(Gladak, 130295)





















Geliat kegelisahan yang sama,
Sang Udara, pencarian tak berujung


pict. currencyforthelongterm.wordpress.com

Imut

Sore ini, waktu proyek beresin glasshouse tahap I akhirnya selesai juga, sementara badan masih capek, dekil di sana-sini, basah keringat dan air keran, lari sipat-kuping menuju halte bis yang sunyi seperti kuburan tuwa, dan berakhir ngos-ngosan, harap-harap cemas menunggu bis minggu sore yang berjadwal gak jelas.... Ahhhh ada burung kecil yang tiba-tiba hinggap di rerumputan samping halte. Jelas ini burung dewasa, meski hemat di ukuran...
Diam-diam ngeluarin kamera, tangan gemetar dikuat-kuatin jadi tripod, dan klik, dapat beberapa jepretan.
















Masih bengong, sang burung memanggil temannya, dan duhai...betapa sulitnya maksain kamera untuk fokus ke obyek mungil yang terus bergerak, sibuk berpindah dan mematuk-matuk rumput. Blur...blur...blur...
















Liat burung-burung cuek nan imut-imut ini, anehnya, rasanya nenangin, meski akhirnya harus ngoleksi omelan supir bus yang sama, sampai dua kali, pp....hehehe, tak apalah, paling tidak sudah bantu ringanin perasaannya yang kesepian kekurangan penumpang :D














Si lucu ini ternyata masih bersaudara dengan burung pipit, bernama bule Double-barred Finch Taenopygia bichenovii, berwajah khas seperti burung hantu, dengan garis-garis hitam membingkai wajah putihnya, mengesankan kerah rapi di atas perut montoknya, lengkap dengan paruh abu-abu lembut, sayap burik dan buntut hitam. Tidak lebih besar dari ukuran kamera yang dipakai memotretnya, efek si unyil ini untuk memori file The Cryptic boleh juga....


Terima kasih, Tuhan
untuk setiap berkat kecilmu hari ini,
apapun itu.

Sabtu, 16 Januari 2010

Curhat buat sahabat


















Sahabatku, usai tawa ini
Izinkan aku bercerita:

Telah jauh, ku mendaki
Sesak udara di atas puncak khayalan
Jangan sampai kau di sana....

Telah jauh, ku terjatuh
Pedihnya luka di dasar jurang kecewa
Dan kini sampailah, aku di sini...

Yang cuma ingin diam, duduk di tempatku
Menanti seorang yang biasa saja
Segelas air di tangannya,
kala kuterbaring... sakit
Yang sudi dekat, mendekap tanganku
Mencari teduhnya dalam mataku
Dan berbisik,
"Pandang aku, kau tak sendiri, oh dewiku..."

Dan demi Tuhan, hanya itulah yang
Itu saja kuinginkan

Telah lama, kumenanti
Satu malam sunyi untuk kuakhiri
Dan usai tangis ini, aku kan berjanji...

Untuk diam, duduk di tempatku
Menanti seorang yang biasa saja
Segelas air di tangannya,
kala kuterbaring... sakit
Menentang malam, tanpa bimbang lagi
Demi satu dewi yang lelah bermimpi
Dan berbisik
"Selamat tidur, tak perlu bermimpi bersamaku..."

Wahai Tuhan, jangan bilang lagi itu terlalu tinggi.



Bait-bait yang tak habis buatku jatuh hati
dari (cerpen)novel-(lagu)album Recto Verso - Dewi Lestari

Bersahabat dengan cinta,
sungguh
damai dan bersahaja.

Jumat, 15 Januari 2010

PELAYARAN USAI

usai sudah pelayaran
yang pelabuhan tujuannya
dermaga dan pantainya

tertambat sudah tali dan jangkar
merapat dalam sebuah tonggak
batang kering di tengah laut

kiranya dapat menahannya
sambil terlihat bayang nyata pelabuhan
yang tidak tercapai oleh para pelaut
cukup dari sebuah jarak
hanya dapat menatap

usailah sudah sebuah ombak
menunggu dan bertaut


















Satu mimpi usang milik Sang Udara
rindu menjadi kosong,
melayang tanpa bobot,
pulang kembali
ke rengkuhan Jiwa Dunia

Pojok Gladak-Ska, 040894

Rabu, 13 Januari 2010

Ingat

Tidak terasa, pas hari ini,
persis setahun sudah kaki ini nginjek tanah Down Under,
mengisap udara kering benua yang dijejaki kangguru dan kasuari,
menatapi kelupas pohon-pohon Eucalyptus yang digelayuti koala,
dan mencicipi air sungai yang direnangi buaya dan platypus....
tak terhitung jumlah air mata, tawa, cemberut, senyum lewat,
kuliah, praktikum, tutorial, fieldtrip, assignments, exams
bertubi-tubi sampai lupa dunia, pontang-panting terbirit-birit
demam panas dingin, keringat berbutir jagung,
sampai badan tegang melayang
menghidupkan mimpi, memang benar-benar penuh warna...

Semuanya baru muncul jelas di benak,
saat hari-hari terakhir ini
kebagian mengantar teman-teman yang baru tiba di sini,
mahasiswa baru penuh energi,
meluap-luap berondongan pertanyaan,
"apa ini...?" "apa itu...?"
"mengapa begini...?" "mengapa begitu...?"
"kok bisa...?" "bukannya...?"
menjadikan dusun kecil ini
seperti medan perang yang harus ditaklukkan,
bersenjatakan mata penuh ingin tahu,
otot kaki yang seliat karet,
mengukur jalan seakan menyisir taburan ranjau darat,
tak sempat istirahat,
apalagi saat tertembak rudal terbesar...
godaan belanja....mauuut...

Siang ini, duduk melepas penat sambil merekam dan menunggu
cuma bisa tersenyum dan teringat,
setahun yang lalu keliatannya juga bertingkah sama:)















Sabar, kedua gadis kecil ini asyik sendiri di luar toko menanti ibunya berbelanja














Warna-warni di pelataran salah satu toko favorit, menjual barang murah dan berlabel bangsa sendiri.













Menunggu keputusan, masih mau belanja? yang mana? pulang? atau?













Mengantri, melihat, sambil menimbang-nimbang.











Mencuri foto dari sudut di depan toserba kelontong, kecapekan dan menonton orang lewat.


Untuk semua yang dulu bernasib sama dengan saya sekarang,
terima kasih tidak ada habis-habisnya.
Sudah setahun, dan saya masih punya banyak mimpi
ingin seperti mereka yang sekarang :)

Minggu, 10 Januari 2010

Diamante II














kembali
seperti firasat
sebuah awal datang,
untuk akhir yang lain
ataukah suatu akhir,
selalu menjadi
awal yang lain
menyapa…














duduk
di tepi senja
tatap hati-hati
yakinkan langkah
pastikan arah
seakan lelah
bertanya…














berkaca
tak habis sangsi
akhiri hari penuh peluh,
awali hari penuh sejuk
lari tinggalkan siang,
berkejaran malam,
menantikan fajar,
melembut
pasrah.














Seri Kau-Aku-Kita
Merasakah?

Rabu, 06 Januari 2010

RINDU

Mungkin benar juga, perasaan membutuhkan sesuatu seringkali begitu kuat datang, justru saat yang dibutuhkan itu tidak tampak jelas, tidak ada di hadapan kita dan jauh dari jangkauan. Atau, meskipun ada, dekat, menempel di depan mata, masih berbeda nilai rasa, hingga tetap terasa kurang, dan kembali mengingatkan kita akan kebutuhan yang kurang itu.

Berhari, berbulan dan bertahun rentang waktu berlalu atau dinanti, dan betapapun rentang jarak tempat antara kita dengan yang dibutuhkan, bisa dirasa begitu menyiksa, merubah kita, memaksa menyalakan sumbu jiwa yang memancing pencarian tak berujung, atau bahkan mendesak kita untuk menyerah terpanggang penderitaan kosong tak terobati.

Tak berbilang sudah jumlah para pemimpi, pengembara dan penjelajah yang berkelana tersiksa hatinya sendiri, lalu dengan penuh sadar atau setengah linglung memerintah isi kepalanya untuk berjalan sesuai nalurinya itu. Separuh dunia mungkin saja dijejaki, lebih dari separuh usia mungkin saja ditempuh, untuk kemudian kembali ke pintu rumah yang sama, pulang ke sudut paling sederhana benak kita sendiri, untuk menemukan titik keindahan dari jawaban impian usang kita yang paling dalam.

Perasaan merindu, menginginkan, memimpi-mimpikan, bukan melulu urusan hati yang melibatkan sosok-sosok pencinta atau otak yang sering semrawut dan kusut dengan segala macam hal, kekuatannya bahkan mampu menjajah perut, wilayah pengolah tenaga ke seluruh organ lain. Bagaimanapun bentuk kontemplasinya, hanya dengan membuka mata untuk apa yang ada di keseharian, ternyata mampu menyiratkan keserupaan menyolok untuk satu rasa yang sama.














Spaghetti sarden kalengan bertabur parmesan, anggap saja mie panjang umur made in Maknyak tersayang, meski panjang "mie" yang ini sudah standard, karena dipotong seragam :D














Sushi n curry puff left-over dari kulkas, dicocok-cocokin aja dengan alpukat bermadu n nenas dingin, di detik-detik terakhir berkhayal isi tudung saji di rumah, sebelum pingsan kelaparan sehabis kerja...














Yang ini, menu dengan kekuatan sihir homesick paling kuat, kalau lapar tidak mengamuk, pasti acara makan sudah penuh air mata...tempe goreng seharga ayam sekilo, bayam merah beserta sambal kecap.... Ah!

Buset....gimanapun dibelokin, semua kok akhirnya selalu menuju ke satu arah...

Minggu, 03 Januari 2010

Tamu-tamu kecil

Hujan, untukku, selalu menjadi momen yang melukiskan cinta;
bukan saja karena ada pelangi di ujungnya,
atau ada mendung di awalnya,
atau ada jutaan butiran air berbagai ukuran di dalamnya,
tapi juga karena ada hawa perubahan yang dibawanya.

Dan benar saja, belum sampai sepuluh hari dusun ini diguyur hujan, sudah ada yang mulai berubah di sana-sini.
Kemarin, seusai bekerja, badan kuyup oleh keringat, kepala kesetrum migren berat, tetap memaksakan diri menginspeksi halaman belakang; sebuah ritual lama yang sudah mulai ditinggalkan, sejak tak ada lagi keharusan menyiram pot-pot tanaman bumbu dan petak penuh rumput kering, setelah semua lenyap disapu badai musim panas.
Segar rasanya menatap dedaunan hijau menguasai sebidang tanah yang awalnya kerontang tak bernyawa. Rumput segala model menggulma cepat, panjang-panjang, berkilat, berantakan di sela-sela pendahulunya yang mati, menantang mata pisau mesin babat yang masih ngadat karena rusak onderdilnya.

Lalu, plop!
Beberapa alien bermunculan di sela-sela rumput menggila itu.































Jamur, cendawan, fungi...seperti adonan roti salah resep, numplek membulat seenaknya, atau kuning kecil dan malu-malu menutup tudungnya, dan yang lainnya mekar sembunyi-sembunyi dengan gerigi rumah sporanya.


















Entah yang manapun, yang jelas, perjuangan memotret tamu-tamu kecil ini sambil bergulingan di rerumputan yang belia dan lembut, membuatku semakin mencintai hujan.


Teramat lagi, merindukan pelangi

Jumat, 01 Januari 2010

0101-10

Sempat kehilangan semangat, sewaktu hujan menandai sebagian besar hari kemarin, hari terakhir di tahun yang lalu. Dingin dan basah ikut menemani sampai di ujung-ujung lantai rumah kaca, yang mulai menjadi sahabat di beberapa waktu terakhir ini. Meragu, mungkinkah bakal jadi malam kelabu lagi, sama seperti malam-malam penuh badai musim panas lainnya...














Belum cukup, masih ditambah lampu padam hingga gelap, nganggur, duduk di halaman dan jadi penonton pergantian trafo di gardu depan rumah. Langit mulai bersih, bulan masih malu-malu, tapi rasa pasrah sudah menyebar, mungkin yang berpendar-pendar di televisi bakal lebih indah....














Jreeeeennnng..... seperti biasa di injury time, bisa tersenyum-senyum sendiri, di bibir pantai The Strand, mengatur posisi masing-masing di atas batu, di hamparan rumput berembun, penuh angin dan gerimis....














Kembang api!!!!!














Bingung mau merhatiin yang asli, mau nekan tombol kamera, atau ngatur tripod kecil penuh kelereng plastik, yah malam tahun baru penuh cahaya, gak mau tau diri dengan tangan dan kemampuan amatir, tetap maksain niat gak tau malu untuk menjadi pro....














Satu yang penting, mungkin harus selalu berkeinginan seperti seorang anak kecil, percaya bahwa sesuatu bakal diperoleh, bagaimanapun caranya, dan menyerah dengan tenang hingga semuanya didapatkan.














Gambar sesuai urutan:
Yang terbuka dan berkelambu, mahluk-mahluk paling penting dalam rumah kaca kampus;
Yang dikejar waktu dan ditunggu penuh sabar, tim ergon energy yang kebagian lembur;
Yang lain-lain, yang bikin hari ini lebih berbeda karena gak disangka, bisa juga akhirnya.

Makasih berat untuk Mb'Dian Latifah & Conni Sidabalok, dan yang pasti untuk seorang pengejar kelip cahaya kembang api nun jauh di sana, ingat kwacinya yaaaa...:D


Ini sudah pagi lagi,
dan ada banyak pengharapan,
semua yang ada di hadapan
akan selalu lebih baik dari yang sudah lalu
Amin.


Selamat tahun baru

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...