Kamis, 11 Desember 2014

Seri Hidup II

Akhirnya tiba lagi di akhir tahun
saat kerjaan bertumpuk, serasa rodi gak abis-abis
dan waktu gak cukup-cukup juga
untuk nyelesaiin tugas-tugas, beresin hutang-hutang
siap-siap, beres-beres, dan menikmati hidup.

btw,
Puji Tuhan
untuk orang-orang terkasih,
dan hidup ini....



di gambar ini, hanya sebagian kecil dari yang belum rampung,
yang lain disembunyiin dulu ^_*

Rabu, 13 Agustus 2014

Adakah jawaban?

Telah lama ku melupakan bagaimana caranya membaca,
lantas ku tak mampu lagi mengerti bagaimana harus menulis,
semuanya tiba-tiba menjadi kabur dan kaku

Sekali ini ku mulai belajar mendengar,
tapi semua yang kudengar membuatku ingin menjadi tuli
Lalu ku mencoba berbicara,
dan semua yang terujar memaksaku menjadi bisu
Ku memaksa untuk sekedar melihat,
ternyata semua yang tampak malah mengharuskanku buta

Akhirnya ku hanya berjuang untuk bertahan,
dan sakit ini malah menderaku dengan rasa beku.

Bagaimana lagi?





Terlalu nyeri,
ingin mati betul-betul.

R.W.M

Senin, 16 Juni 2014

Seri Hidup 1

Lengkap dengan warna kulit sekitar mata yang menggelap dan berkerut,
koleksi kuap yang tidak terbatas, sampai rasa lapar yang tak tentu jadwal,
mengisi pekan-pekan melelahkan ini.
Beberapa keramaian sebelumnya, lanjut dengan kegilaan berkala,
yang rutin muncul setiap empat tahun,
juga menyerang banyak orang secara beramai-ramai,
dan menggantikan beberapa demam yang lebih dulu muncul.

Mulai dari demam menghabiskan beribu pulsa untuk sang Idol,
sibuk menjagokan caleg dan capres pilihan,
hingga fanatisme tim bola yang sedang memanas belakangan,
Perkara dukung-mendukung, hujat-menghujat,
berkorban secara tak masuk akal,
lantas berakhir dengan kekecewaan, atau kegirangan,
semua ada dan datang bergantian
memberi banyak energi, dan menafasi kita dengan semangat.
Warna persaingan, aroma perpecahan,
kadang bau perselisihan dan dendam juga ikut.

Hidup tak pernah sederhana, selalu ramai dan gaduh, penuh rasa
tidak pernah sendiri, ada saja yang berlintasan jalan di depan kita
bersedih sekarang, berkeluh nanti, atau selalu bersuka dan berbagi dalam tawa,
menikmati hidup, pilihan kita.





Memulai pekan ini tanpa dendam,
hanya dengan kasihNya dan peluknya


YUP

Senin, 03 Februari 2014

Hilang rupa

Sore ini waktu hujan mencium atap dengan butirannya, aku merindukanmu
Sore ini waktu bau tanah basah mulai menyesakkan benakku, aku merindukanmu
Sore ini waktu angin sejuk memeluk daun pepohonan dan rerumputan, aku merindukanmu

Setiap tiupan nafasmu,
lembut sentuhanmu,
erangan suaramu,
manja tatapanmu,
menggilakanku dengan kerinduan

Sore ini, waktu hujan akhirnya jatuh
dan kesepian tak lagi bisa dihalau dengan segelas kafein dan sepotong gambarmu.

aku - kau
hilang rupa.

Jumat, 31 Januari 2014

Lesson from a wish

It’s been more than a week since I was accepted to be a member of a group of people which involved in strengthening, helping and caring other needless-sick people. I chose to mark that step as one of my precious moments. I remember made a wish to help these people many years ago.
At that time, my close friend had reminded me about all the problems, obstacles and consequences which would come after my decision. As usual, my compassion moved beyond my logic and prediction and I still agreed with the idea and let the wish forgotten.

Nowadays, the wish finally become real through unpredictable events and people, then I know how my life is so affected just like my friend told me. Some important consequences I should overcome are about completing knowledge and keeping secrets. Completing information gaps on the data and facts might not be a problem but continuing secrecy of the information afterwards become a crucial thing. It’s look like I begin to walk on a different world, see with different eyes, and try to think many complicated things.
It seems that I should learn to be a different person at any time when it’s needed. For me, life will never be the same as before again.

I figure out that sometimes we can’t trust our own reflection in the mirror. Even though the reflection shows all scars and smiles on our face, only heart knows what is hidden inside. We have various masks to put on our face at various situations. Grinds and laughs when we want to forget our sadness and pain, or anger and tears when we want to hide our weakness and loneliness.
I learn that we can never lie to ourselves though we can hide away from other people. Just be honest to our own heart and we can be safe. People may judge us from our appearance and problems, but they don’t have rights to decide our happiness in the future.
I also learn that even though sometimes it’s hard to leave our past and we want to give up today, but still we can dream for tomorrow. The helping hands will never end and there will always be a light for everyone who wants to survive in their journey.


(pict. from http://thumbs.dreamstime.com-7969052.jpg)

I slept and dreamed that life was a joy
I awoke and saw that life was a service
I acted and behold, service was a joy
(R. Tagore)

You let me choose this way, O Lord,
I beg You to be with me always.



Kamis, 16 Januari 2014

RITUAL

Dua kali sehari, tidak, sesungguhnya empat kali sehari, waktuku kaukuasai dengan ritual yang awalnya menjadi milikmu seorang. Dulu, sempat hilang kata-kata saat kuketahui kondisi yang mengharuskanmu hidup dalam ritual wajib ini.

Satu dari total tujuh, kemudian dua lagi,
lantas satu, lalu tiga lagi pada akhirnya.
Teratur, terus berjalan seperti jarum detik-menit-jam yang berputar,
dan ikut mengatur ritual hidupku.

Di manapun kita berada, sedang apapun kita,
dalam keadaan bagaimanapun kita,
ritual ini mengatur semua kebiasaan kita.
K i t a ?
Entahlah, mungkin untukmu ritual ini sudah sebiasa menarik nafas dan mengedipkan mata.
Untukku, sama dengan menghitung waktu untuk siap menerima
saat kau memintaku merelakanmu menjalani ritual ini dengan orang lain.

Empat kali sehari aku diingatkan untuk bersyukur masih bisa menemanimu,
meredam rasa sakit dan pedihku saat kau menjauhkanku,
menjajari langkahmu meski sering kau meniadakanku,
memaksaku untuk tetap sadar di mana posisiku sebenarnya.
Ironisnya, ritual ini kerapkali jadi satu-satunya jembatan yang menghubungkan jarak kita,
dan mampu membuatku berani untuk bertahan.

Di manakah aku nanti? Saat kau memintaku untuk pergi?
Kuatkah aku bila waktu itu tiba? Ke mana lagi aku kan bersembunyi darimu?
Bisakah kau membantuku menjawabnya?

...

Kita pernah berkelakar untuk menuliskan bagian-bagian hidup kita untuk diketahui orang lain,
maaf, aku seorang yang berada di luar lingkaranmu,
jauh dari yang sesungguhnya paling berkepentingan,
yang memulainya duluan.



“...ku masih di sini...”

Rabu, 08 Januari 2014

Keracunan Kopi

Menemukan hidup lewat hal yang mematikan, mungkin sering menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Mengubah bisa mematikan menjadi obat yang menyembuhkan atau membalikkan kenyataan pahit menjadi suatu berkat, bisa jadi merupakan dua contoh sederhana yang kerap mengingatkan kita bahwa segala sesuatu bisa berbeda efeknya bila dilihat secara berbeda pula. Segala sesuatu punya dua sisi yang sangat lain yang tetap bisa diambil hikmahnya.
Segelas kopi siang ini, di kepahitan dan gelapnya, memaksa saya untuk menuliskan sebuah catatan tentang bertahan hidup.

Saya mengenal seseorang yang mengajarkan banyak sekali hal penting dalam rentang antara kehidupan dan kematian. Menyapa kelahirannya, terlibat dan jatuh-bangun pergumulannya hingga keberaniannya untuk hidup menyongsong akhir. Segala kelemahannya begitu telanjang, ketakutannya begitu jujur, semuanya terjalin erat, bergantian dengan tiap tawa dan senyuman yang penuh keberanian dan kekuatannya untuk bertahan. Ada banyak sekali pelajaran berhamburan di sekitarnya.

Belajar untuk bersabar, belajar untuk mengasihi dan memberi tanpa pamrih, belajar untuk selalu bersyukur dan berbahagia dalam keadaan apapun juga, belajar menyayangi dan mencintai dengan hati dan tangan selalu terbuka,
serta belajar melihat segala sesuatu dari sisi yang berbeda.

Menakjubkan? Ya. Menguatkan? Tentu. Membawa berkat? Pasti.
Dan itu datang dari seseorang yang sangat biasa. Yang hebatnya, kadang lupa akan kemampuannya mengajarkan itu semua.
Dirimu? Ya.
Yang suka keracunan kafein seperti saya, hanya dengan kadar lebih rendah.
Terima kasih,
sudah mengubah racun bisamu menjadi obat hari-hariku,
dan mengajariku bahwa ada banyak cara
untuk mengatasi kematian dengan kehidupan.

Menimba air kehidupan, tak mesti selalu dari seberkas mata air sejuk
Secangkir kopi pekat terkadang lebih perlu untuk mengingatkan,
Bahwa hidup mungkin terasa pahit, namun ada rasa manis yang bisa menyapa di ujungnya
Atau hidup mungkin seringkali tampak gelap, namun warna hitam itu dasarnya gabungan dari seluruh warna.



Untuk seorang yang kukasihi,
Selalu ada jalan keluar, sampai kapanpun,
selama kau memutuskan untuk tetap hidup dan terus mencintai.

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...