Rabu, 20 Mei 2015

BERLATIH DIRI


Duduk tenang dan bersabar
adalah salah satu perilaku yang teramat sulit bagi saya.
Selama ini kedua hal itu menjadi salah dua pelajaran hidup yang terpaksa harus saya tekuni dan jalani dengan sepenuh konsentrasi. Seringkali keduanya teralihkan dan digantikan oleh segala kesibukan, pekerjaan yang tidak ada habis-habisnya, masalah yang selalu ada saja, sampai gangguan dan godaan yang bisa muncul kapan saja. Memiliki waktu untuk men-sunyi-kan diri malah berubah menjadi sesuatu yang mahal sekali harganya, tidak bisa dibeli meskipun dengan uang gaji, berikut semua tunjangan-tunjangan lainnya.
Men-sunyi-kan diri, bukan hanya menenangkan diri seperti biasanya, tetapi lebih pada berlatih mengosongkan dan mendetoks alam pikiran, hati, jiwa, tubuh sekaligus. Suatu proses yang tidak bisa dijalani dengan sekejap mata, butuh banyak tahapan dan sekumpulan waktu yang perlu dikorbankan.
Dan bagi saya, gabungan proses berlatih diri inilah yang menjadi hadiah akhirnya.

Sebuah cahaya yang seringkali redup menuliskan kembali pesan ini…
“Duduklah di situ dan jadilah pandai di tempat kamu duduk…”
Ia mengingatkan betapa bersabar dan belajar di manapun kita berada, adalah proses abadi dalam hidup.
Sama seperti latihan kesabaran yang justru saya dapatkan sebagai bingkisan Paskah tahun ini.
Lima bonggol buruk rupa dan setengah hidup, menjelma menjadi kuntum-kuntum besar yang merekah, tumbuh pesat dari tanah yang tak seberapa subur.
Tuhan menghadiahkan cara sederhana bagi saya untuk melatih diri duduk tenang, bersabar, dan berusaha kembali penuh perhatian pada proses menghitung berkat dan anugerahNya. Tidak terduga memang, tapi caraNya memang tak pernah bisa kita selami.









Hidup ternyata masih jauh dari usai, dan kasihNya nyata, lebih tak terukur lagi…

(Foto-foto: amaryllis hadiah Paskah dari om Pil-Mone; Kutipan: pesan A.O. Ataruri, hadiah Pekan Paskah dari tetenya Econ)