Gelisah mudanya
membawanya mengembara
di ketandusan cinta
Berpindah dari kata-kata merayu
ke pipi-pipi montok
gila di kemekaran bibir-bibir merah
Sekali tak pernah ia terpikir
peristiwa akan mencekik di benua duka
yang ada akan sudah dipertiada
tinggal diri seorang terbantun di pinggir jalan
dan tangis ini hanya sendu dan berjawab.
Di-ini malam tak berbintang
ia menjalin kesedihan
dalam keluh-kesakitan;
disisinya menggeletak anjing kurus
-- menggonggong ngeri
ratapi betina lari
tinggalkan yang hampir mati--
Meminta pengasihan.
Di-ini malam tak berbintang
Bulan juga enggan berdandan
Ia rindu
Rindu pulang
Rindu Bapa
Rindu kasih menggenggam hati
Fridolin Ukur (Roma, musim panas 1956)
pict.: "lonely lost soul" by labrynthine.deviantart.com
Sebuah puisi lama, ditemukan setelah sekian lama dicari,
sungguh penuh rasa, menusuk begitu tajam dalam kenangan...
akankah sang pelantunnya dahulu
mampu menemukan jalan hilang yang dicarinya....?
rindu tak tertanggungkan, malam ini
Kamis, 24 Februari 2011
Jumat, 11 Februari 2011
Sang Wajah
hari ini,
ku berdiri persis di tepian badai
bersiap melangkah menuju pusarannya
penuh senyum dan tangan terentang
memimpikan sayap di sekujur punggung
terbang menyentuh nirwana
hati-tubuh meremah
tersayat tajam bilah-bilah topan
berhamburan bagai jutaan kristal kaca berdarah
berkilauan, merah menetesi bumi yang kerontang
mengkilap dan mengering di tetesan terakhir
ku melihat WAJAHMU
terpantul menyilaukan
cintaku,
baluri seluruh rinduku
...sungguh...terima kasih....
ku berdiri persis di tepian badai
bersiap melangkah menuju pusarannya
penuh senyum dan tangan terentang
memimpikan sayap di sekujur punggung
terbang menyentuh nirwana
hati-tubuh meremah
tersayat tajam bilah-bilah topan
berhamburan bagai jutaan kristal kaca berdarah
berkilauan, merah menetesi bumi yang kerontang
mengkilap dan mengering di tetesan terakhir
ku melihat WAJAHMU
terpantul menyilaukan
cintaku,
baluri seluruh rinduku
...sungguh...terima kasih....
Langganan:
Postingan (Atom)