Kamis, 01 Oktober 2020

Hal kecil, kenangan yang besar

Kita sering tidak menyadari bahwa di dalam hidup kita, justru hal-hal kecil yang menyimpan kenangan yang begitu besar dalam ingatan kita. Hari ini saya mengalami salah satunya. Ada beberapa rumpun bunga di halaman pastoran gereja yang membawa ingatan saya melayang begitu jauh ke masa lebih dari 30 tahun lalu. Masa ketika hidup belum seriuh ini, dan masalah yang dihadapi hanya sejauh bagaimana menemukan kaus kaki yang lengkap pasangannya, pekerjaan rumah yang belum beres, dasi dan topi yang selalu lenyap saat dibutuhkan untuk upacara, atau bagaimana cara mendapatkan jajanan di tengah himpitan senior-senior yang berebutan di kantin sekolah. Salah satu rumpun itu adalah Turnera subulata Sm. - bunga pukul delapan, white buttercup, sulphur alder, politician's flower adalah sebagian nama lokal yang menyemati anggota famili Passifloraceae, bunga yang masih berkerabat dengan markisa inilah yang memicu ingatan masa kecil saya. Setiap Minggu pagi, di masa-masa hidup yang simpel itu, bunga-bunga ini selalu menguncup saat saya lewati ketika berangkat dan selalu mekar dengan kekuatan penuh saat saya melaluinya waktu misa usai. Jaman itu, angkutan umum masih jarang, apalagi di hari Minggu, pagi-pagi. Kekesalan karena mesti mengikuti misa paling pagi, harus berangkat dengan berjalan kaki dalam keadaan mengantuk dan seringkali disertai perut yang masih lapar, agak berkurang melihat rumpun-rumpun bunga tersebut. "Tunggu nanti pulang, pasti sudah mekar semua, Li", raut wajah Mama yang tersenyum memegang tangan kecil saya bersama-sama menuju gereja. Dan benarlah, seusai misa, saya pasti berjalan pulang dalam keadaan riang sambil sepuas mungkin memandangi kuncup-kuncup tadi bermekaran dengan kekuatan penuh, tepat pukul delapan, setia, tidak pernah ingkar. Kebiasaan itu sedikit berubah, setelah saya pindah lebih jauh, dan kami lebih sering berangkat dengan angkutan umum yang makin banyak. Saya hanya bisa memandangi rumpun-rumpun itu, berbagi senyum dengan Mama sambil menunjuk,"Mereka masih ada, Ma. Mekar, banyak-banyak."
Namun, hampir tidak ada yang tidak berubah di dunia ini, juga di kota sekecil Jayapura. Sang pemilik halaman tempat sang bunga pukul delapan tersebut memutuskan menggantikan rumpun-rumpun itu dengan bambu-bambu halus yang lebih nge-trend saat itu. Saya kehilangan bunga-bunga yang mekar selalu tepat waktu, tanpa peduli cuaca itu akhirnya. Sampai akhirnya bahkan mulai lupa karena melewatkan waktu mekarnya akibat keseringan bangun terlambat, lantas misa siang sendirian, tanpa Mama yang tetap setia dengan ritual mingguannya. Hari-hari pun berlangsung penuh kesibukan, tidak sesederhana dulu lagi. Dan hari ini, hal-hal kecil itu muncul lagi, hanya karena rumpun bunga sederhana yang berbunga mengikuti jadwal hariannya, tidak lebih, tidak juga kurang. Sempat terpikir, apakah sebenarnya yang menjadi kenangan? Bunga kecil sederhana, sosok Mama yang sabar, atau kenyataan bahwa keduanya selalu ada di sana, setiap Minggu pagi, setia, tidak ingkar, mengingatkan untuk tetap semangat melalui hari yang tidak pernah luput dari perubahan, bersama-sama menyapa Sang Pemilik Hidup karena telah menguatkan dan menunjukkan cinta-Nya? Saya rasa itulah ringkasnya. Hal-hal kecil, tapi dengan kenangan menghangatkan hati, memang mungkin hanya itu yang perlu kita peluk selamanya.
Hari ini, saat kenangan dan rindu makin kental Magnificat

Tidak ada komentar:

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...