Kamis, 15 Juli 2010

Belajar Lagi

Saya rasa kita bisa sepakat dan sering tidak habis mengerti, bahwa Tuhan bisa menyentuh mata batin kita melalui hal-hal yang sangat bersahaja.

Tidak sengaja, beberapa hari lalu saya membaca isi blog seorang anak perempuan belia. Dia menuliskan cerita keseharian yang sangat biasa, tapi artinya sungguh luar biasa. Terlepas dari pengaruh ibu atau keluarganya yang membuat dia menganggap cerita itu berarti untuk diabadikan dalam sebuah postingan, pesan-pesan yang tersirat di dalam tulisan-tulisan itu ternyata lebih dari mampu membuka mata pikiran saya lebar-lebar.

Postingan pertama yang saya baca adalah tentang makna lingkaran tahun yang mengelilingi sepasang mata kayu, di tunggak bekas pohon yang sudah diubah-fungsikan menjadi kursi di taman. Ibu sang penulis menjelaskan, lingkaran-lingkaran berbeda ketebalan itu melukiskan perjuangan sang pohon yang semasa hidupnya berusaha melewati musim semi penuh berkat dan musim dingin yang berat untuk tetap tumbuh dan berkembang. Entah mengerti atau tidak, sang penulis menambahkan bahwa dari lingkaran-lingkaran itu kita bisa belajar tentang passion, daring and destiny. Lugas sekali, tapi lebih dari cukup untuk membuat mata ini seketika berkaca-kaca.

Setiap hari selalu ada beberapa tunggak kayu mati yang harus saya lewati sebelum keluar dari halaman rumah, tapi belum pernah saya belajar hal kontemplatif seperti ini dari tunggak-tunggak itu.
Hanya dengan ada di sana, tampaknya mereka ingin berkata, melalui segala masa, topan-badai, panas-terik dan hujan-berpelangi, susah dan senang, berat dan ringan, mungkin kadang sekarat dan tersendat-sendat, semua terlewati, dan mereka tetap ada di sana.

Awalnya mungkin hanya semai tak berarti, dilompati dan diabaikan orang lewat, digerogoti serangga-serangga yang singgah, dihinggapi burung-burung yang lelah, tumbuh membesar dan menguat, digelayuti dedaunan, bunga dan buah, rontok, lalu bersemi lagi.
Setiap saat hanya menerima, merasakan dan berusaha berbagi apa yang dimiliki.

Kalaupun akhirnya semua berakhir, tinggal tunggak dan lingkaran-lingkaran pohon bisu, mereka masih saja ada di sana, mengingatkan yang lewat, bahwa mereka masih pohon yang sama, meski sudah berubah bentuk dan menyelesaikan tugas di bumi ini.

Hanya dengan ada di sana, lugu sekali, mereka menghidupkan kembali semangat saya, memberanikan diri untuk bercermin dalam setiap titik air mata dan gelak tawa, berjalan menempuh takdir, dalam pelukan Sang Pencipta.















Terima kasih untuk seorang Aisha Nindya Kirana,
sudah membuat mata ini terbuka kembali
menemani belajar menemukan jalan
kembali pulang ke sang hati
dan Sang Hati.

Tidak ada komentar:

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...