Kamis, 29 Agustus 2013

KEKEKALAN

Perubahan adalah satu-satunya yang abadi.
Jadi bila suatu saat, ada cahaya lain menembus ruang-ruang jiwamu,
terimalah dan rasakan kehangatannya untuk menerangi ruang-ruang jiwa lainnya…


Lebih dari sepuluh tahun lalu saya mendapat kalimat-kalimat ini sebagai hadiah perpisahan yang begitu indah,
begitu membekas dan tidak pernah hilang maknanya setelah sekian lama.
Menghidupi perubahan dan berubah untuk tetap hidup, memang betul-betul menghidupkan.
Seringkali kita mengalami
Mencintai dengan sangat biasa,
seperti jantung membiarkan udara merenangi ruang-ruangnya
Menyayangi dengan sangat wajar,
seperti mata mengedipkan kelopaknya tanpa perlu diperintah
Mengasihi dengan sangat ringan,
seperti setiap gerak refleks seluruh tubuh tanpa perlu disadari
dan ajaibnya lagi
kadangkala kita tidak khawatir apabila kondisi-kondisi itu berubah,
lambat - perlahan, drastis, dalam kadar dan jumlah yang berbeda-beda.

Seorang teman pernah bertanya,
kalau kita sudah sampai tahap seperti itu,
apakah lantas hati kita sudah terbuat dari batu?
ataukah kita sudah begitu tidak berperasaan
sehingga membiarkan semuanya terjadi,
dan kemudian bisa baik-baik saja ?

Saya rasa tidak,
setiap orang diciptakan untuk banyak tujuan dan maksud
untuk bertahan dalam beragam kondisi,
berkembang dalam beragam proses,
dan kalau yang bersangkutan percaya bahwa hidupnya adalah pusat perubahan
dia, jiwanya, tidak akan pernah bisa mati
demikian juga perasaan dan cintanya.

Bercermin pada pengalaman masa lalu,
Bertujuan pada harapan masa depan,
Atau sekedar bergumul pada kenyataan hari ini,
memelihara kita untuk bertahan menghadapi setiap perubahan.






HIDUP kembali
dan terus JATUH CINTA lagi
Penuh senyum,
ringan.





Tidak ada komentar:

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...