This very early day remind me of you.
Why do you let me know everything from others? Is it too hard to tell me straight away?
You should've know, that I have the right to know it if it's about me.
You should've understand, that I could choose you if you asked me at that time.
I do really hope we still have more time to be honest.
Even so, thank you, you've made my life never be the same again
I think someone
is praying for someone
I think I can softly hear
a love poem that was silently written
It clearly flies over to you
I hope it reaches you before it's too late
I'll be there, behind you when you walk alone
singing till the end, this song that won't end
Open your ears for just a moment
I'll sing for you, who is walking through an especially long night
Once again, in your world
a star is falling
The silently shed tears
are flowing here
In my silent heart that has lost all words
I hear a voice like hearing a memory
I'll be there, behind you when you walk alone
singing till the end, this song that won't end
Take a deep breath
I'll sing for you, who forgot how to cry out loud
(So you can walk again)
I'll sing
(So you can love again)
Here I am, watch over me
singing till the end, I won't ever stop singing this song
On the day your long night is over
when you lift your head, I'll be right there
The poem written above is English translation from IU's song "Love Poem"
Minggu, 12 September 2021
Rabu, 07 Juli 2021
Janji
Hingga hari ini, ada satu janji yang seringkali masih sulit saya tepati,
janji untuk selalu hidup bahagia.
Berbahagia menerima kenyataan bahwa hidup ternyata tidak pernah mudah dan selalu penuh kejutan.
Sungguh, kejadian tiap hari bisa berubah lebih cepat dari cuaca hari itu.
Terbangun dan membuka mata dengan senyuman cerah, lantas bersemangat penuh hangat cahaya mentari sepanjang hari, atau justru murung segelap mendung, marah bagai petir dan terduduk penuh kegalauan berurai air mata sederas hujan. Perjuangan hidup setiap hari jadi seperti perjalanan mengarungi langit dan segala isinya, sejuk, hangat, panas, atau dingin membekukan.
Dan satu hal yang paling mengagumkan (atau malah menyedihkan?), setelah semua itu dialami, sekali lagi masih ada hari baru disajikan di hadapan kita, luput dari kendali kita untuk menunda, menghentikan, atau mempercepatnya.
Tidak cukup sekali, sudah tidak terhitung malah, saya mengulangi janji tadi sebagai upaya untuk bertahan hidup. Untuk terus mengingatkan bahwa selalu ada banyak hal tersembunyi yang tidak bisa terselami dari maksud dan tujuan saya masih diijinkan hidup.
Apakah saya akan berbahagia hari ini?
Harus adakah hal atau orang yang membuat saya bahagia hari ini?
Sudah bahagiakah saya sepanjang hari ini?
Masih mungkinkah saya bahagia sesudah hari ini?
Beberapa tahun lalu, saya pernah menulis catatan harian yang mengungkapkan kesediaan untuk berbahagia ini secara implisit, sambil dengan beraninya meminta Yang Mahakuasa menjadi sumber kekuatan, saksi dan hakim atas kesepakatan ini. Kesepakatan ini, ajaibnya, selalu mewujudnyata di depan mata, tidak pernah berakhir.
Selalu ada berkat dalam bentuk apapun yang tersaji di hadapan saya. Entah dalam bentuk senang ataupun susah, tawa atau air mata, sehat ataupun sakit, kelihatan maupun tidak, semuanya ada dan saling melengkapi.
Tidak pernah terlambat, selalu tepat waktu, tidak terselami untuk pemikiran dan perencanaan saya, bahkan mungkin seringkali berbeda dengan pertimbangan orang lain.
Kalau sudah memilih untuk berbahagia, perlukah menyalahkan diri sendiri bila pilihan itu tidak terwujud? Haruskah juga menimpakan kesalahan pada orang lain atau pada keadaan saat semua berasa meleset dari rencana dan impian? Atau menuduh keadaan tidak cukup adil dan berpihak pada diri sendiri? Pernahkah duduk tenang untuk mengistirahatkan diri, atau mengakui bahwa cermin jiwa tidak selalu jernih untuk memantulkan kepantasan?
Semua orang pernah menderita, dan pasti pernah berbahagia, namun, yaaa, seperti cuaca, tidak ada yang berlangsung selamanya. Ada akhir dari setiap awal. Yang tersisa adalah apa yang akan dibawa sepanjang sisa umur kita; kejumawaan atau kerendahan hati, dendam atau maaf, kepahitan atau kelegaan, kebencian atau penghargaan, ketergesaan atau kesabaran, kutuk atau berkat dan ucapan syukur, rangkaian duri atau berkuntum bunga cantik. Semua kembali pada diri sendiri.
Tepati saja janjimu, dan berbahagialah.
Hidup ini singkat.
Promise
When life gets hard,
and most of the things seem unreachable,
just meet me in the memory that once beautiful, OK?
"So, are you happy now?
Finally happy now, are you?"
Eight, a song by IU ft Suga BTS
janji untuk selalu hidup bahagia.
Berbahagia menerima kenyataan bahwa hidup ternyata tidak pernah mudah dan selalu penuh kejutan.
Sungguh, kejadian tiap hari bisa berubah lebih cepat dari cuaca hari itu.
Terbangun dan membuka mata dengan senyuman cerah, lantas bersemangat penuh hangat cahaya mentari sepanjang hari, atau justru murung segelap mendung, marah bagai petir dan terduduk penuh kegalauan berurai air mata sederas hujan. Perjuangan hidup setiap hari jadi seperti perjalanan mengarungi langit dan segala isinya, sejuk, hangat, panas, atau dingin membekukan.
Dan satu hal yang paling mengagumkan (atau malah menyedihkan?), setelah semua itu dialami, sekali lagi masih ada hari baru disajikan di hadapan kita, luput dari kendali kita untuk menunda, menghentikan, atau mempercepatnya.
Tidak cukup sekali, sudah tidak terhitung malah, saya mengulangi janji tadi sebagai upaya untuk bertahan hidup. Untuk terus mengingatkan bahwa selalu ada banyak hal tersembunyi yang tidak bisa terselami dari maksud dan tujuan saya masih diijinkan hidup.
Apakah saya akan berbahagia hari ini?
Harus adakah hal atau orang yang membuat saya bahagia hari ini?
Sudah bahagiakah saya sepanjang hari ini?
Masih mungkinkah saya bahagia sesudah hari ini?
Beberapa tahun lalu, saya pernah menulis catatan harian yang mengungkapkan kesediaan untuk berbahagia ini secara implisit, sambil dengan beraninya meminta Yang Mahakuasa menjadi sumber kekuatan, saksi dan hakim atas kesepakatan ini. Kesepakatan ini, ajaibnya, selalu mewujudnyata di depan mata, tidak pernah berakhir.
Selalu ada berkat dalam bentuk apapun yang tersaji di hadapan saya. Entah dalam bentuk senang ataupun susah, tawa atau air mata, sehat ataupun sakit, kelihatan maupun tidak, semuanya ada dan saling melengkapi.
Tidak pernah terlambat, selalu tepat waktu, tidak terselami untuk pemikiran dan perencanaan saya, bahkan mungkin seringkali berbeda dengan pertimbangan orang lain.
Kalau sudah memilih untuk berbahagia, perlukah menyalahkan diri sendiri bila pilihan itu tidak terwujud? Haruskah juga menimpakan kesalahan pada orang lain atau pada keadaan saat semua berasa meleset dari rencana dan impian? Atau menuduh keadaan tidak cukup adil dan berpihak pada diri sendiri? Pernahkah duduk tenang untuk mengistirahatkan diri, atau mengakui bahwa cermin jiwa tidak selalu jernih untuk memantulkan kepantasan?
Semua orang pernah menderita, dan pasti pernah berbahagia, namun, yaaa, seperti cuaca, tidak ada yang berlangsung selamanya. Ada akhir dari setiap awal. Yang tersisa adalah apa yang akan dibawa sepanjang sisa umur kita; kejumawaan atau kerendahan hati, dendam atau maaf, kepahitan atau kelegaan, kebencian atau penghargaan, ketergesaan atau kesabaran, kutuk atau berkat dan ucapan syukur, rangkaian duri atau berkuntum bunga cantik. Semua kembali pada diri sendiri.
Tepati saja janjimu, dan berbahagialah.
Hidup ini singkat.
Promise
When life gets hard,
and most of the things seem unreachable,
just meet me in the memory that once beautiful, OK?
"So, are you happy now?
Finally happy now, are you?"
Eight, a song by IU ft Suga BTS
Kamis, 04 Maret 2021
ANGKA
Seberapa peduli kita sama makna angka?
Angka yang tertera dan tersirat di mana-mana memang bisa memberikan pemahaman beragam bagi setiap orang. Saya, jujur saja selalu sangat peduli pada angka-angka yang ada dalam sms banking, atau yang berurusan dengan atm dan buku rekening bank. Tapi belakangan ini makna angka bergeser, bukan hanya untuk dipedulikan, tapi dicermati dan diwaspadai; berkurang, bertambah, berapapun, bisa bikin semua siaga. Hitung-hitungan dengan angka, sekarang, bisa sama saja dengan bersyukur dan berjuang untuk tetap hidup.
Saya sudah sangat ingin menuliskan tentang angka ini sejak bulan lalu, bulan yang paling saya cemaskan dalam setahun karena selalu mengingatkan saya akan suatu hal yang tidak bisa saya hindari: mengingat angka, berhitung sisa usia saya. Dan untuk tahun ini, bulan itu memaksa saya benar-benar mengingat banyak angka. Sepanjang bulan, seluruh minggu, setiap hari dan setiap jam, saya dipaksa mencermati begitu banyak angka sembari bersahabat dengan sumber stigma dan perdebatan yang belum usai sampai sekarang, Covid 19 (ada angkanya juga loh…)
Berapa nilai saturasi, jumlah suplemen dan vitamin, frekuensi minum obat, kapan terkena, tracking siapa saja yang terdampak, kapan gejala berubah, durasi gejala, sampai jumlah jenis sayur, lauk, obat herbal, lama berjemur, waktu berjemur, jumlah segala dukungan, doa, video lucu, hiburan online, drakor, film jepang, jumlah klip BTS dan MV youtube, sampai peringatan melalui semua pesan, wa, sambungan telepon dan video call, serta segala statistik di media massa dan medsos tak lepas dari jumlah angka-angka. Belum pernah nilai dan ragam pemakaian angka begitu banyaknya. Masih ditambah lagi tahun ini saya menikmati angka kembar, 44, pasangan angka yang bahkan salah satunya saja, dalam budaya Asia Timur bisa menimbulkan efek Tetrafobia karena sangat berkaitan dengan kematian. Mitos ini, dan perdamaian saya dengan virus serta segala angka penyertanya ini bikin saya merenung ke angka-angka lainnya.
Angka-angka yang terlibat erat dalam pertanyaan mendasar, sudah berapa banyak waktu saya lewati, dan masih berapa lama lagi saya diberi waktu, untuk berapa banyak orang – kejadian – tempat – dan entah apa yang mesti saya hadapi lagi? Saya sadar, tidak terlalu suka berhitung, tidak mendalami numerologi dan bukan seorang numero phobia, tapi saya mengerti, saya tidak pernah boleh lagi lupa berhitung, mengingat angka jumlah dari setiap berkat yang masih bisa saya peroleh, dalam setiap napas dan kesadaran yang saya rasakan.
Saat saya masih diberi hidup.
Semoga seluruh mahluk hidup berbahagia.
Hari ini, di Manokwari, pada hari Kamis dengan tanggal cantik yang berlaku sedunia. 4-3-‘21
Angka yang tertera dan tersirat di mana-mana memang bisa memberikan pemahaman beragam bagi setiap orang. Saya, jujur saja selalu sangat peduli pada angka-angka yang ada dalam sms banking, atau yang berurusan dengan atm dan buku rekening bank. Tapi belakangan ini makna angka bergeser, bukan hanya untuk dipedulikan, tapi dicermati dan diwaspadai; berkurang, bertambah, berapapun, bisa bikin semua siaga. Hitung-hitungan dengan angka, sekarang, bisa sama saja dengan bersyukur dan berjuang untuk tetap hidup.
Saya sudah sangat ingin menuliskan tentang angka ini sejak bulan lalu, bulan yang paling saya cemaskan dalam setahun karena selalu mengingatkan saya akan suatu hal yang tidak bisa saya hindari: mengingat angka, berhitung sisa usia saya. Dan untuk tahun ini, bulan itu memaksa saya benar-benar mengingat banyak angka. Sepanjang bulan, seluruh minggu, setiap hari dan setiap jam, saya dipaksa mencermati begitu banyak angka sembari bersahabat dengan sumber stigma dan perdebatan yang belum usai sampai sekarang, Covid 19 (ada angkanya juga loh…)
Berapa nilai saturasi, jumlah suplemen dan vitamin, frekuensi minum obat, kapan terkena, tracking siapa saja yang terdampak, kapan gejala berubah, durasi gejala, sampai jumlah jenis sayur, lauk, obat herbal, lama berjemur, waktu berjemur, jumlah segala dukungan, doa, video lucu, hiburan online, drakor, film jepang, jumlah klip BTS dan MV youtube, sampai peringatan melalui semua pesan, wa, sambungan telepon dan video call, serta segala statistik di media massa dan medsos tak lepas dari jumlah angka-angka. Belum pernah nilai dan ragam pemakaian angka begitu banyaknya. Masih ditambah lagi tahun ini saya menikmati angka kembar, 44, pasangan angka yang bahkan salah satunya saja, dalam budaya Asia Timur bisa menimbulkan efek Tetrafobia karena sangat berkaitan dengan kematian. Mitos ini, dan perdamaian saya dengan virus serta segala angka penyertanya ini bikin saya merenung ke angka-angka lainnya.
Angka-angka yang terlibat erat dalam pertanyaan mendasar, sudah berapa banyak waktu saya lewati, dan masih berapa lama lagi saya diberi waktu, untuk berapa banyak orang – kejadian – tempat – dan entah apa yang mesti saya hadapi lagi? Saya sadar, tidak terlalu suka berhitung, tidak mendalami numerologi dan bukan seorang numero phobia, tapi saya mengerti, saya tidak pernah boleh lagi lupa berhitung, mengingat angka jumlah dari setiap berkat yang masih bisa saya peroleh, dalam setiap napas dan kesadaran yang saya rasakan.
Saat saya masih diberi hidup.
Semoga seluruh mahluk hidup berbahagia.
Hari ini, di Manokwari, pada hari Kamis dengan tanggal cantik yang berlaku sedunia. 4-3-‘21
Langganan:
Postingan (Atom)