Rabu, 07 Juli 2021

Janji

Hingga hari ini, ada satu janji yang seringkali masih sulit saya tepati,
janji untuk selalu hidup bahagia.

Berbahagia menerima kenyataan bahwa hidup ternyata tidak pernah mudah dan selalu penuh kejutan.
Sungguh, kejadian tiap hari bisa berubah lebih cepat dari cuaca hari itu.
Terbangun dan membuka mata dengan senyuman cerah, lantas bersemangat penuh hangat cahaya mentari sepanjang hari, atau justru murung segelap mendung, marah bagai petir dan terduduk penuh kegalauan berurai air mata sederas hujan. Perjuangan hidup setiap hari jadi seperti perjalanan mengarungi langit dan segala isinya, sejuk, hangat, panas, atau dingin membekukan.

Dan satu hal yang paling mengagumkan (atau malah menyedihkan?), setelah semua itu dialami, sekali lagi masih ada hari baru disajikan di hadapan kita, luput dari kendali kita untuk menunda, menghentikan, atau mempercepatnya.
Tidak cukup sekali, sudah tidak terhitung malah, saya mengulangi janji tadi sebagai upaya untuk bertahan hidup. Untuk terus mengingatkan bahwa selalu ada banyak hal tersembunyi yang tidak bisa terselami dari maksud dan tujuan saya masih diijinkan hidup.
Apakah saya akan berbahagia hari ini?
Harus adakah hal atau orang yang membuat saya bahagia hari ini?
Sudah bahagiakah saya sepanjang hari ini?
Masih mungkinkah saya bahagia sesudah hari ini?

Beberapa tahun lalu, saya pernah menulis catatan harian yang mengungkapkan kesediaan untuk berbahagia ini secara implisit, sambil dengan beraninya meminta Yang Mahakuasa menjadi sumber kekuatan, saksi dan hakim atas kesepakatan ini. Kesepakatan ini, ajaibnya, selalu mewujudnyata di depan mata, tidak pernah berakhir.
Selalu ada berkat dalam bentuk apapun yang tersaji di hadapan saya. Entah dalam bentuk senang ataupun susah, tawa atau air mata, sehat ataupun sakit, kelihatan maupun tidak, semuanya ada dan saling melengkapi.
Tidak pernah terlambat, selalu tepat waktu, tidak terselami untuk pemikiran dan perencanaan saya, bahkan mungkin seringkali berbeda dengan pertimbangan orang lain.

Kalau sudah memilih untuk berbahagia, perlukah menyalahkan diri sendiri bila pilihan itu tidak terwujud? Haruskah juga menimpakan kesalahan pada orang lain atau pada keadaan saat semua berasa meleset dari rencana dan impian? Atau menuduh keadaan tidak cukup adil dan berpihak pada diri sendiri? Pernahkah duduk tenang untuk mengistirahatkan diri, atau mengakui bahwa cermin jiwa tidak selalu jernih untuk memantulkan kepantasan?

Semua orang pernah menderita, dan pasti pernah berbahagia, namun, yaaa, seperti cuaca, tidak ada yang berlangsung selamanya. Ada akhir dari setiap awal. Yang tersisa adalah apa yang akan dibawa sepanjang sisa umur kita; kejumawaan atau kerendahan hati, dendam atau maaf, kepahitan atau kelegaan, kebencian atau penghargaan, ketergesaan atau kesabaran, kutuk atau berkat dan ucapan syukur, rangkaian duri atau berkuntum bunga cantik. Semua kembali pada diri sendiri.

Tepati saja janjimu, dan berbahagialah.
Hidup ini singkat.



Promise

When life gets hard,
and most of the things seem unreachable,
just meet me in the memory that once beautiful, OK?

"So, are you happy now?
Finally happy now, are you?"

Eight, a song by IU ft Suga BTS

Tidak ada komentar:

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...