hidup itu seperti sebuah cermin
kadang bening, kadang buram
tergantung dari sang pemilik untuk peduli padanya
sampai akhir mungkin ia akan tetap utuh,
mengembalikan setiap sinar dan bayangan yang jatuh padanya
namun tak jarang cermin itu retak,
setiap retakannya, yang juga sering tidak sama jernih,
membuat setiap refleksi bisa tampak berbeda
bukan mustahil pula,
yang bercermin tidak mampu mempercayai raut sendiri,
hingga harus memilih,
antara menyadari apa yang telah dimiliki,
berubah sesuai bentuk yang diinginkan,
atau keduanya sekaligus
tapi sampai kapan pun,
cermin itu akan tetap memantulkan rupa yang sesungguhnya
yang harus diterima oleh yang berada di hadapannya
sebuah sosok yang,
pastinya,
sudah sangat sempurna menurut sang pemilik cermin.
Basically, it's all about an endless learning
through own-mirror
to live in this ephemeral life.
(pict. Self (translation)- bananapeelproject.org)
Minggu, 22 November 2009
Kamis, 19 November 2009
Cerita gelisah
Jumat, 13 November 2009
W a j a r
Setiap bentuk kehidupan di alam ini bisa bertahan karena berhasil hidup dan menanggapi lingkungannya dengan penuh kesadaran. Pemikiran ini timbul bukan karena sekarang lagi sibuk berkutat dengan segala teori ekologi untuk satu ujian yang tersisa, tapi muncul justru karena ada sesuatu yang memaksa untuk tetap sadar, yang meminta untuk dituangkan.
Alam pikiran, untuk saya, adalah satu bentuk kehidupan, memperoleh begitu banyak nyawa dari dunia nyata, yang dilihat, dicerna dan diterjemahkan kembali, disimpan dalam memori dan sebagian dikeluarkan ke mana-mana. Segala hal yang melintas dalam benak sama seperti mahluk hidup; tumbuh, berkembang, berinteraksi, beranak-pinak, sampai akhirnya berakhir pada titik kesimpulan, ended, final. Suatu proses ajaib dan rumit, yang menjadi wajar sekali dalam keseharian kita.
Seperti di awal pagi ini, saya merasa terpesona saat menemukan bahwa saya sudah berhasil hidup dalam salah satu kewajaran setelah melihat tanggalan yang tertempel di dinding kamar berbata merah. Ada cerita masa kecil saya yang membuat nilai kewajaran ini makin menguat. Saat masih kanak-kanak, saya selalu merasa ketakutan saat gelap. Suasana gelap yang bisa saya tolerir hanyalah sejauh suasana kamar yang gelap dan masih mendapat sedikit penerangan dari luar saat akan tidur setiap malam.
Keadaan rumah gelap karena lampu padam kena giliran dari PLN dan membuat suasana jadi penuh cahaya lilin pun tidak merubah kadar ketakutan saya. Rasanya ada terlalu banyak bayangan ikut menari-nari saat gelap, kumpulan monster tak berbentuk yang ingin menarik dan menelan dalam kegelapan. Terlalu banyak mengkhayal? Mungkin juga, tapi yang pasti, sampai besar, saya masih sering tidak bisa menikmati banyak film horror yang penuh dengan suasana gelap dan ketidak pastian bentuk itu.
Sampai sekali waktu, satu hal terjadi dan merubah ketakutan saya yang satu ini. Orang yang sangat saya cintai dipanggil Tuhan, seorang yang suka memegangi tangan saya dan selalu hadir kapan saja saya butuhkan, pergi ke tempat yang tidak saya pahami bentuknya. Saat itu saya menyadari bahwa ada hal yang jauh lebih menakutkan daripada sekedar kegelapan tanpa bentuk, suatu rasa kehilangan yang tidak tergantikan.
Saya memaksa menghadirkan sosok yang hilang itu di mana saja dan kapan saja, terutama mendesaknya menemani saya pada saat saya belajar menikmati kegelapan tanpa ketakutan, waktu malam-malam ketika saya hanya bisa berbaring tanpa memejamkan mata. Semua bayangan yang dulu saya takutkan berangsur lenyap. Saya jadi mencintai kegelapan lalu belajar mengerti, bahwa ketakutan sebenarnya ada karena saya tidak bisa mengetahui apa yang ada di balik kegelapan itu. Saya juga belajar menerima, bahwa kehilangan itu menakutkan karena saya tidak bisa memastikan apa yang terjadi.
Saya bahkan menemukan, bahwa kegelapan ternyata bisa memunculkan begitu banyak hal indah juga.
Ada jejak kehidupan, saat saya menikmati malam gelap yang gaduh dengan kemunculan burung hantu serak yang putih seperti hantu dan katak-katak yang ribut di tepian sungai dan hutan saat harus mengerjakan penelitian.
Ada jejak kekaguman, saat menatap kelip bintang-bintang dan bulan yang tampak justru ketika malam penuh dengan kegelapan.
Ada jejak kelegaan, saat mengeluarkan penat seharian dalam meditasi tepat tengah malam dalam ruang tenda yang gulita dan penuh bayangan pohon dan desau angin.
Ada jejak keyakinan, saat penuh penasaran menunggu terang hari baru yang pasti datang untuk membuktikan banyak hal menarik yang akan terjadi.
Kegelapan menjadi satu bagian yang membuat seluruh potongan peristiwa kehidupan menjadi utuh, sehingga tetap harus ada dan diterima. Semua berubah menjadi satu kewajaran, hal yang sangat biasa. Saya bertahan menghadapi kegelapan, karena berhasil menanggapi makna keadaan itu dengan penuh sadar.
Hari dan tanggal keramat saat saya menulis postingan ini, sering dipakai untuk mengingatkan ketakutan pada dunia kegelapan tanpa bentuk. Dan pagi ini saya berhasil mengusir ketakutan ini dengan mewajarkan waktu hari ini sama dengan hari-hari kemarin dan hari esok, semua bagian dari waktu kehidupan panjang tempat kita setiap kali menjaga alam pikiran kita tetap hidup.
Memelihara perasaan kita untuk sadar atas suatu kenyataan dan hidup sebagaimana adanya memang suatu proses pembelajaran, karena ada banyak sekali hal yang harus kita tanggapi dan simpulkan untuk tetap bertahan sebagai manusia. Kita hanya mampu membuatnya berbeda dan penuh warna, menjiwainya dengan semua rasa yang kita peroleh sebagai anugerah berinteraksi dengan Yang Kuasa, dengan orang lain dan dengan alam sekitar. Memaknai hidup kembali tanpa penuh kepura-puraan, mengakui segala rasa, menikmatinya dengan penuh syukur, pasti membuat kita merasa lebih nyaman dan bersiap untuk segala kewajaran-kewajaran lain.
Untuk waktu-waktu belakangan ini, saat akhirnya banyak sekali rasa lega mulai menjadi bagian dari catatan hidup penuh kerinduan yang wajar
Alam pikiran, untuk saya, adalah satu bentuk kehidupan, memperoleh begitu banyak nyawa dari dunia nyata, yang dilihat, dicerna dan diterjemahkan kembali, disimpan dalam memori dan sebagian dikeluarkan ke mana-mana. Segala hal yang melintas dalam benak sama seperti mahluk hidup; tumbuh, berkembang, berinteraksi, beranak-pinak, sampai akhirnya berakhir pada titik kesimpulan, ended, final. Suatu proses ajaib dan rumit, yang menjadi wajar sekali dalam keseharian kita.
Seperti di awal pagi ini, saya merasa terpesona saat menemukan bahwa saya sudah berhasil hidup dalam salah satu kewajaran setelah melihat tanggalan yang tertempel di dinding kamar berbata merah. Ada cerita masa kecil saya yang membuat nilai kewajaran ini makin menguat. Saat masih kanak-kanak, saya selalu merasa ketakutan saat gelap. Suasana gelap yang bisa saya tolerir hanyalah sejauh suasana kamar yang gelap dan masih mendapat sedikit penerangan dari luar saat akan tidur setiap malam.
Keadaan rumah gelap karena lampu padam kena giliran dari PLN dan membuat suasana jadi penuh cahaya lilin pun tidak merubah kadar ketakutan saya. Rasanya ada terlalu banyak bayangan ikut menari-nari saat gelap, kumpulan monster tak berbentuk yang ingin menarik dan menelan dalam kegelapan. Terlalu banyak mengkhayal? Mungkin juga, tapi yang pasti, sampai besar, saya masih sering tidak bisa menikmati banyak film horror yang penuh dengan suasana gelap dan ketidak pastian bentuk itu.
Sampai sekali waktu, satu hal terjadi dan merubah ketakutan saya yang satu ini. Orang yang sangat saya cintai dipanggil Tuhan, seorang yang suka memegangi tangan saya dan selalu hadir kapan saja saya butuhkan, pergi ke tempat yang tidak saya pahami bentuknya. Saat itu saya menyadari bahwa ada hal yang jauh lebih menakutkan daripada sekedar kegelapan tanpa bentuk, suatu rasa kehilangan yang tidak tergantikan.
Saya memaksa menghadirkan sosok yang hilang itu di mana saja dan kapan saja, terutama mendesaknya menemani saya pada saat saya belajar menikmati kegelapan tanpa ketakutan, waktu malam-malam ketika saya hanya bisa berbaring tanpa memejamkan mata. Semua bayangan yang dulu saya takutkan berangsur lenyap. Saya jadi mencintai kegelapan lalu belajar mengerti, bahwa ketakutan sebenarnya ada karena saya tidak bisa mengetahui apa yang ada di balik kegelapan itu. Saya juga belajar menerima, bahwa kehilangan itu menakutkan karena saya tidak bisa memastikan apa yang terjadi.
Saya bahkan menemukan, bahwa kegelapan ternyata bisa memunculkan begitu banyak hal indah juga.
Ada jejak kehidupan, saat saya menikmati malam gelap yang gaduh dengan kemunculan burung hantu serak yang putih seperti hantu dan katak-katak yang ribut di tepian sungai dan hutan saat harus mengerjakan penelitian.
Ada jejak kekaguman, saat menatap kelip bintang-bintang dan bulan yang tampak justru ketika malam penuh dengan kegelapan.
Ada jejak kelegaan, saat mengeluarkan penat seharian dalam meditasi tepat tengah malam dalam ruang tenda yang gulita dan penuh bayangan pohon dan desau angin.
Ada jejak keyakinan, saat penuh penasaran menunggu terang hari baru yang pasti datang untuk membuktikan banyak hal menarik yang akan terjadi.
Kegelapan menjadi satu bagian yang membuat seluruh potongan peristiwa kehidupan menjadi utuh, sehingga tetap harus ada dan diterima. Semua berubah menjadi satu kewajaran, hal yang sangat biasa. Saya bertahan menghadapi kegelapan, karena berhasil menanggapi makna keadaan itu dengan penuh sadar.
Hari dan tanggal keramat saat saya menulis postingan ini, sering dipakai untuk mengingatkan ketakutan pada dunia kegelapan tanpa bentuk. Dan pagi ini saya berhasil mengusir ketakutan ini dengan mewajarkan waktu hari ini sama dengan hari-hari kemarin dan hari esok, semua bagian dari waktu kehidupan panjang tempat kita setiap kali menjaga alam pikiran kita tetap hidup.
Memelihara perasaan kita untuk sadar atas suatu kenyataan dan hidup sebagaimana adanya memang suatu proses pembelajaran, karena ada banyak sekali hal yang harus kita tanggapi dan simpulkan untuk tetap bertahan sebagai manusia. Kita hanya mampu membuatnya berbeda dan penuh warna, menjiwainya dengan semua rasa yang kita peroleh sebagai anugerah berinteraksi dengan Yang Kuasa, dengan orang lain dan dengan alam sekitar. Memaknai hidup kembali tanpa penuh kepura-puraan, mengakui segala rasa, menikmatinya dengan penuh syukur, pasti membuat kita merasa lebih nyaman dan bersiap untuk segala kewajaran-kewajaran lain.
Untuk waktu-waktu belakangan ini, saat akhirnya banyak sekali rasa lega mulai menjadi bagian dari catatan hidup penuh kerinduan yang wajar
Rabu, 11 November 2009
Curiga
Selasa, 10 November 2009
Sesak
Orang sering mengatakan, bahwa kita mulai menulis saat kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu yang kita lihat, pikirkan dan rasakan sudah melewati batas untuk dinyatakan dengan ujaran. Sering pula hanya hal-hal yang begitu kuat nilai rasanya yang berhasil memaksa kita untuk mencatatnya, menyiapkan benak kita untuk mulai mengingatnya.
Memang, ada terlalu banyak rasa yang berkecamuk gaduh belakangan ini, meminta untuk dituangkan dalam rangkaian kata. Namun sekarang kata-kata menjadi tak cukup lagi mengungkapkan semua rasa itu. Belajar menerima dan menikmati seluruh rasa itu akhirnya menjadi satu-satunya pilihan untuk hidup dengan sebuah kesimpulan...
Keadaan bahwa hidup penuh keajaiban, entah sadar atau tidak kita membiarkan mata hati kita merekamnya, lalu menyimpannya dalam memori pikiran kita, membiarkannya larut dan memancar lewat emosi kita. Mungkin kita membiarkan keajaiban itu lalu tanpa bekas, lepas namun kemudian merasa kehilangan. Tapi pada ujungnya keajaiban itu mendesak kita untuk bertekuk, tak lagi bisa mengelak.
Seorang pemimpi mengingatkan, kita hanya dapat memahami keajaiban hidup sepenuhnya jika kita mengizinkan hal-hal tak terduga untuk terjadi. Kita juga perlu belajar untuk melepas segala ikatan waktu dan ruang untuk menemui hal-hal ajaib itu. Belajar membebaskan jiwa, terbang, dan menari di tengah angin badai hidup dengan sepenuh kesadaran, hingga angin yang sama mengantar kita kembali pulang ke pusat hal-hal ajaib itu berasal…
ringankan benak… menjadi tenang... dan melayanglah
Saat si otak nangka mulai bergulat … menggeliat dan makin lengket...
Senin, 09 November 2009
Jalan-jalan
Sore ini bisa jalan-jalan di sepanjang tepian Ross River lagi, rencananya sih berburu foto burung-burung air yang suka berisik di sana...tapi anginnya kuat banget, mana burungnya sibuk terbang-terbang, yah jadinya cuman bisa motretin obyek yang tenang-tenang aja
Yang ini buah ara (atau masih ada yang berupa bunga????), dari jenis Ficus sp., salah satu tumbuhan favorit, karena punya cerita panjang soal penyerbukan dan penyebarannya, belum lagi jalan hidupnya yang sukses dengan nguasain pohon lain. Berusaha nyari tawon penyerbuknya, tapi yang ketemu malah semut ijo doang
Asam jawa Tamarindus indica... aduh di sini terbuang sia-sia... sampai item-item gini, lagi mikir, jenis burung riparian yang mana ya yang doyan buah asam ini
Ternyata bisa ketemu juga buah kemiri Aleurites mollucana di sini, cuman belum mateng. Ijo n keraaaasss
Ini satu lagi... mangga di petak revegetasi, sama yang di bawah...Royal Poinciana (nama bulenya si flamboyan Delonix regia). Bantaran kali di sini memang luas-luas, ditanamin segala macam pohon, yang banyak bunganyalah, yang banyak buahnya, n yang pasti banyak daunnya :D. Mungkin sengaja disediain buat segala binatang yang juga dicuekin berkeliaran di mana-mana.
Penat juga, karena beban yg penuh di kepala akhirnya sukses pindah ke kaki, mmmm tapi gak masalah, jadi lega dan tentu saja, bisa siap untuk perjalanan berikutnya
Good day!
Yang ini buah ara (atau masih ada yang berupa bunga????), dari jenis Ficus sp., salah satu tumbuhan favorit, karena punya cerita panjang soal penyerbukan dan penyebarannya, belum lagi jalan hidupnya yang sukses dengan nguasain pohon lain. Berusaha nyari tawon penyerbuknya, tapi yang ketemu malah semut ijo doang
Asam jawa Tamarindus indica... aduh di sini terbuang sia-sia... sampai item-item gini, lagi mikir, jenis burung riparian yang mana ya yang doyan buah asam ini
Ternyata bisa ketemu juga buah kemiri Aleurites mollucana di sini, cuman belum mateng. Ijo n keraaaasss
Ini satu lagi... mangga di petak revegetasi, sama yang di bawah...Royal Poinciana (nama bulenya si flamboyan Delonix regia). Bantaran kali di sini memang luas-luas, ditanamin segala macam pohon, yang banyak bunganyalah, yang banyak buahnya, n yang pasti banyak daunnya :D. Mungkin sengaja disediain buat segala binatang yang juga dicuekin berkeliaran di mana-mana.
Penat juga, karena beban yg penuh di kepala akhirnya sukses pindah ke kaki, mmmm tapi gak masalah, jadi lega dan tentu saja, bisa siap untuk perjalanan berikutnya
Good day!
Demam ujian
Karena gak bisa motretin suasana dalam ruang ujian...
situasi kampus yang lengang berubah jadi obyek,
ketahuan...mahasiswanya memang pada rajin belajar
(cie...cie... padahal.... :D)
Ini tampang gerbang School-ku
bisa juga tak bernyawa seperti ini.... :P
Lah yang ini jalan menuju perpustakaan,
Eddie Koiki Mabo Library
kos-kosan temporary banyak mahasiswa JCU Douglas
pas musim ujian gini....
pesan personal : mat demam ujian ya .... tenang aja, abis ini langsung libur panjang kok :)
situasi kampus yang lengang berubah jadi obyek,
ketahuan...mahasiswanya memang pada rajin belajar
(cie...cie... padahal.... :D)
Ini tampang gerbang School-ku
bisa juga tak bernyawa seperti ini.... :P
Lah yang ini jalan menuju perpustakaan,
Eddie Koiki Mabo Library
kos-kosan temporary banyak mahasiswa JCU Douglas
pas musim ujian gini....
pesan personal : mat demam ujian ya .... tenang aja, abis ini langsung libur panjang kok :)
Jumat, 06 November 2009
Lovely rain
senang banget pagi ini
dibangunkan oleh redup mentari
dan satu hadiah kecil
tertempel di langit yang berat dengan mendungnya
pelangi!!! senyum pertama menghiasi wajah hari
saat kantuk belum lagi usai menghukumku
wah.... mimpi apa aja semalam?
(bukannya diundang arisan sama hantu demit,
pocong ganteng n arwah penasaran ??? hihihihi....)
sebenarnya sudah siuman belum sih ???
sekarang terduduk ditemani hujan
air jatuh satu-satu menyapu kaca
pemandangan paling cantik lainnya hari ini
setelah lama angin kering melukis debu di kebeningannya
larutkan rindu penuh kesejukan
bersama sesak aroma tanah basah
bantu uraikan ikatan kusut di dalam benak
ini belum lagi malam,
tapi bersiap menjelang
bahagia? yap...
jadi tak habis-habisnya bersyukur
hari ini indah sekali
Thanks God...for all
Rabu, 04 November 2009
Yang tertatih
Persis di awal pagi ini, ada satu kesadaran baru yang menyapa, bukan dari jendela-jendela penuh kata di layar computer yang tetap terang menyala, juga bukan dari deru pelan ac tetangga dan angin dingin di bawah langit yang telanjang. Tapi justru dari diam setelah banyak rasa tercabik-cabik. Nyeri sudah berkurang sebagian, rindu sudah terbagi separuh, kesal sudah ikut terurai juga, meski masih sisakan sesak.
Sekeping hati tercecer…jatuh di atas pangkuan,
ingin kugenggam, terlalu rapuh,
hanya berani kubiarkan meregang di bawah tetesan air mata…
lihatlah betapa ia berjuang untuk hidup,
berdenyut pelan sementara darah menetes-netes…
sementara aku kaku, menatap halimun bersiap menghajar di hadapan
Tak henti mengeluh karena selalu kehilangan makna untuk dituang di lembaran dunia nyata. Insomnia berpadu migraine memang campuran yang tepat saat ini, waktu kenangan dan harapan bergabung membentuk jalinan kusut.
Tugas yang tak kunjung usai, waktu yang tak mau kompromi, kalut di mana-mana.
Memaksa terlelap juga bukan pemecahan terbaik.
akankah ia menemukan jalan pulang…
mampukah ia merenda kembali robekan luka-lukanya?
sang hati…bertahan menghadapi prahara…
bersiap tumbuhkan sayapnya
terbang…terbanglah tinggi,
capai langit, biarkan awan jadi tempatmu berpijak
pelangi jadi mahkotamu dan kelip bintang jadi sahabatmu
Pikiran terus melayang-layang, satu persatu kalimat sudah dipilih, tapi belum ada yang bisa dengan mudah menyatu dengan gambaran di benak. Merancang memang mudah, memilih mewujudkan rancangan itu entah mengapa harus jadi cerita lain lagi.
Fajar makin dekat, belum ada lagi yang merekat.
Mungkin memang harus kembali memilih.
mentari akan membalut pedihmu,
rembulan akan menyembuhkan nyerimu…
sang hati…kau akan kuat,
dekap cahaya mereka di sepenuh pulihmu
Pulang dan berpasrah.
Untuk yang tertatih
Langganan:
Postingan (Atom)