Malam ini mata kanan kelilipan, gak tanggung-tanggung, kelilipan kuku… kedengarannya jorok, tapi demikianlah adanya (lho?). Biasalah, kerjaan mingguan, ngerapiin penampilan jemari tangan dan kaki, sekaligus menghemat ongkos obat cacing setelah mengurusi tanah berpot-pot di glasshouse. Si kuku mental dan masuk mata, bikin blingsatan naik ke lantai atas, minta tolong teman serumah untuk mengurangi penderitaan...
Lega akhirnya, meski mata berair dan rasanya makin besar saja…mudah-mudahan gak mirip si Bugsy di Bedtime Stories... :P. Untunglah hanya kelilipan kuku, kalo kemasukan potongan kukunya…waaaahhh….bisa runyam… Kebetulan selama ini setiap ngoleksi pemotong kuku, tidak pernah dibiarin berada dalam kondisi sendirian, paling sedikit ditemanin gantungan kunci, atau kunci-kunci penting, biar tidak kelupaan naruh, karena bakal dipakai terus, weekly or forthnightly.
Setelah diperhatiin baik-baik, si pemotong kuku kali ini keliatannya berniat bikin kelilipan untuk ngingatin beberapa hal.
Hal pertama: ternyata kesehatan itu saling berkaitan; saat ini…kesehatan kuku, perut dan mata...gara-gara mengurangi ukuran kuku, lokasi rawan sumber penyebab cacingan, akibatnya kesehatan mata terganggu. Mungkin kebiasaan menggunting kuku sambil asik nonton TV seperti malam ini, juga harus dilarang. Berarti, kelilipan berguna juga untuk mengingatkan bahwa hidup sehat dan tidak ceroboh itu penting.
Hal kedua: ini dari merhatiin rekan-rekan si pemotong kuku; kunci-kunci sepeda dan gantungan kunci New Zea’s sheep. Barang-barang ini betul-betul mancing hasrat untuk jalan-jalan, naik sepeda ke mana-mana, trus menjelajah sampai ke ujung selatan benua ini, sambil hunting foto banyak-banyak. Geli, bisa muncul banyak keinginan, hanya dari ngeliat kedua benda sesederhana ini.
Hal ketiga: jadi mikirin orang lain; beberapa hari terakhir ini benak memang lagi sesak-sesaknya keracunan asap mangkel, eneg dan gemas melihat sosok-sosok yang physically-mentally-deceitfully, be proud with their situations in front of other people, and still keep it .... Waaaahhhh malah bikin diri sendiri bertanya-tanya.... Untunglah sempat panik tadi, isi kepala jadi agak jernih akhirnya. Mungkin sudah waktunya ini otak dikeluarin sebentar dari batok, trus dicuci bersih-bersih, sebelum menularkan penyakitnya sampai ke hati.
Entah semua ingatan di atas bisa saling nyambung atau tidak, seperti kelilipan tadi; ganjelan tadi gak bakalan ilang, rasa sakit tadi gak bakal usai, hasrat tadi gak bakal terpuaskan, the invisible racun tadi gak bakal terkuras, kalo gak ada pilihan untuk lepas dari semua. Ah!
Barang bukti; si potongan kuku, rentengan kunci sepeda, gantungan kunci fave, saputangan biru, di atas seprei pembawa mimpi....
Kelilipan, bisa aja bikin kumat, mengkhayal n mikir yang ajaib-ajaib hihihi....
Minggu, 28 Maret 2010
Rabu, 17 Maret 2010
Dalam hujan
Postingan tentang menghadapi orang “susah” sudah lebih dari sekali muncul dalam blog ini, lalu seringkali, atau tepatnya selalu, mendesak kita sendiri untuk belajar banyak hal. Berusaha memahami tentang mereka, situasi asal, solusi terbaik, sampai akhirnya kembali mengajak diri sendiri untuk memasang cermin dan belajar memperbaiki pantulan yang nampak di dalamnya.
Hari-hari terakhir ini mahluk-mahluk “susah” itu bermunculan lagi. Menggelikan memang, saat kita berusaha menjaga diri untuk tidak mempersulit orang lain, setiap kali pula kesulitan itu muncul. Mungkin itu yang sangat menarik dari hidup, terlalu banyak paradoks dan ironi bergiliran dalam waktu yang tak terkira.
Jengkel, dongkol, mangkel, semua emosi jadi akumulatif dan berpusar-pusar seperti mata badai dengan ekor-ekornya. Terpesona melihat kenyataan, adaaaa saja mahluk yang demikian...sementara di sisi lain jadi khawatir, apa kita pernah bertindak sama?
Tidak ingin menuduh, tapi ini bagian dari kenyataan, banyak orang berlaku seperti truk sampah, berjalan keliling ke sana-kemari membawa sampah; segala masalah, frustasi, kehampaan, kemarahan dan kekecewaan, yang kadang-kadang dibiarkan membusuk jadi kebekuan, dendam dan sakit hati. Rentang waktu bertambah, makin bertambah pula volumenya, semua sampah itu pasti perlu dibuang karena kapasitas hati dan otak tentulah terbatas, dan kerapkali kita yang menjadi sasaran pembuangannya. Kecipratan hujan badai yang datang tanpa peringatan....
Solusinya? Selalu lebih sederhana untuk diucapkan ketimbang dilakukan: biarkan badai itu.... Tersenyum saja, jangan ambil hati, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.
Jangan pernah berusaha mengambil sampah mereka dan menyimpannya. Atau, jangan malah membawa sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang kita temui, di tempat kerja, di rumah, dalam perjalanan atau di manapun.
Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati.
Hidup ini terlalu singkat untuk pergi tidur di malam hari dengan penderitaan, lalu bangun di pagi hari dengan penyesalan.
Kasihi orang yang memperlakukan kita dengan benar, dan berdoa bagi yang tidak.
Hidup itu 10% mengenai apa yang kita buat dengannya dan
90% tentang bagaimana kita menghadapinya.
Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu,
tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.
Tanda-tandanya mau ada hujan badai lagi...
tetap, "pasti bisaaaaa!!!!!"
Hari-hari terakhir ini mahluk-mahluk “susah” itu bermunculan lagi. Menggelikan memang, saat kita berusaha menjaga diri untuk tidak mempersulit orang lain, setiap kali pula kesulitan itu muncul. Mungkin itu yang sangat menarik dari hidup, terlalu banyak paradoks dan ironi bergiliran dalam waktu yang tak terkira.
Jengkel, dongkol, mangkel, semua emosi jadi akumulatif dan berpusar-pusar seperti mata badai dengan ekor-ekornya. Terpesona melihat kenyataan, adaaaa saja mahluk yang demikian...sementara di sisi lain jadi khawatir, apa kita pernah bertindak sama?
Tidak ingin menuduh, tapi ini bagian dari kenyataan, banyak orang berlaku seperti truk sampah, berjalan keliling ke sana-kemari membawa sampah; segala masalah, frustasi, kehampaan, kemarahan dan kekecewaan, yang kadang-kadang dibiarkan membusuk jadi kebekuan, dendam dan sakit hati. Rentang waktu bertambah, makin bertambah pula volumenya, semua sampah itu pasti perlu dibuang karena kapasitas hati dan otak tentulah terbatas, dan kerapkali kita yang menjadi sasaran pembuangannya. Kecipratan hujan badai yang datang tanpa peringatan....
Solusinya? Selalu lebih sederhana untuk diucapkan ketimbang dilakukan: biarkan badai itu.... Tersenyum saja, jangan ambil hati, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.
Jangan pernah berusaha mengambil sampah mereka dan menyimpannya. Atau, jangan malah membawa sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang kita temui, di tempat kerja, di rumah, dalam perjalanan atau di manapun.
Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati.
Hidup ini terlalu singkat untuk pergi tidur di malam hari dengan penderitaan, lalu bangun di pagi hari dengan penyesalan.
Kasihi orang yang memperlakukan kita dengan benar, dan berdoa bagi yang tidak.
Hidup itu 10% mengenai apa yang kita buat dengannya dan
90% tentang bagaimana kita menghadapinya.
Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu,
tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.
Tanda-tandanya mau ada hujan badai lagi...
tetap, "pasti bisaaaaa!!!!!"
Sabtu, 06 Maret 2010
Ringan
Setiap kali berniat memulai sesuatu, berusaha menghadapi sesuatu, atau bahkan berjuang menyelesaikan sesuatu, pasti selalu ada yang membuat setiap langkah rasanya penuh beban. Mengajak untuk berhenti, menarik untuk kembali, memaksa untuk melupakan, menambah koleksi semua hal menyakitkan yang harus dilawan.
Sering lebih mudah membekukan rasa dan membunuh pikiran untuk mencapai apa yang mungkin menjadi asa. Lalu membiarkan apa yang seharusnya terjadi, berlangsung sesuai alur, di luar kehendak dan kuasa kita. Tanpa perlu bermimpi lagi, karena tidur bahkan tak perlu lagi, untuk sebuah impian yang pasti tinggal disadari, entah dulu, sekarang, atau kelak.
Mungkin benar, ada pesan usang tapi tidak pernah lekang,
Be afraid not of going slowly, be afraid only of standing still.
Jangan takut untuk maju meskipun perlahan
yang perlu ditakutkan adalah bila karena ketakutan itu,
kita terduduk, diam di tempat tanpa berbuat apa-apa....
Lebih baik terus berjalan, meskipun pelan,
daripada duduk diam.
Lebih baik berjalan pelan,
dan menuju ke arah yang (kita yakin) benar,
daripada berlari menuju arah yang salah....
Kutemui wajah-nya,
sentuh yang kucari,
dan lepas semua ikatan,
berputar bersama angin,
ringan.
Sering lebih mudah membekukan rasa dan membunuh pikiran untuk mencapai apa yang mungkin menjadi asa. Lalu membiarkan apa yang seharusnya terjadi, berlangsung sesuai alur, di luar kehendak dan kuasa kita. Tanpa perlu bermimpi lagi, karena tidur bahkan tak perlu lagi, untuk sebuah impian yang pasti tinggal disadari, entah dulu, sekarang, atau kelak.
Mungkin benar, ada pesan usang tapi tidak pernah lekang,
Be afraid not of going slowly, be afraid only of standing still.
Jangan takut untuk maju meskipun perlahan
yang perlu ditakutkan adalah bila karena ketakutan itu,
kita terduduk, diam di tempat tanpa berbuat apa-apa....
Lebih baik terus berjalan, meskipun pelan,
daripada duduk diam.
Lebih baik berjalan pelan,
dan menuju ke arah yang (kita yakin) benar,
daripada berlari menuju arah yang salah....
Kutemui wajah-nya,
sentuh yang kucari,
dan lepas semua ikatan,
berputar bersama angin,
ringan.
Rabu, 03 Maret 2010
Sakit
Langganan:
Postingan (Atom)