Baru nyadar, meski sudah di hari-hari akhir, hari ini masih ada di bulan Januari, bulan pertama dari tahun yang baru. Bulan yang namanya konon berasal dari nama Janus, seorang dewa dari mitologi Romawi bercampur Yunani. Janus memiliki kemampuan untuk melihat masa lalu dan masa depan, sebuah hadiah dari Dewa Saturnus. Akibat bakat ini, ia digambarkan bermuka dua, masing-masing melihat ke arah belakang dan ke depan.
Tugas utama Janus adalah menjaga awal dan akhir waktu, sering dianggap juga sebagai simbol perubahan dan transisi antara satu kondisi ke kondisi lainnya, satu rupa ke rupa lainnya, atau gambaran pertumbuhan dari segala hal yang baru, bahkan dari suatu sistem semesta ke semesta lainnya.
Keberadaannya selalu secara positif memunculkan perasaan mengakhiri sesuatu sekaligus memulai sesuatu lainnya secara bersamaan.
Biarpun hanya bagian dari mitos, pilihan penamaan bulan ini ternyata bisa saja cocok dengan situasi hidup sehari-hari. Belakangan, keliatannya makin banyak saja kejadian yang menarik diri supaya meninggalkan dan menyelesaikan hal-hal lama, lantas bergerak memulai dengan hal-hal baru yang penuh keajaiban. Semuanya seperti membawa diri masuk lebih jauh dalam dunia dongeng.
Belum genap satu purnama, sudah mulai bertemu dengan manusia-manusia berwajah banyak, orang-orang dengan alter ego yang berbeda-beda, senyum-raut penuh maut bak medusa, dengan lidah-lidah penuh bunga yang sekejap bisa berubah jadi mercon.
Ironisnya, semua berdalih, untuk secara positif, menyelesaikan masalah lama dengan solusi yang baru. Menuntaskan konflik-konflik lalu dengan kesepakatan-kompromi baru.
Babak belur dan simpang-siur, asyik mengasapi huru-hara, sembari sibuk bergerilya di wilayah perang masing-masing. Menjadikan batas kebenaran dan kekeliruan keruh, sekabur fakta dan kebohongan. Akhirnya malah jadi tontonan menarik, yang secara tragis menelanjangi segala tabiat, kedok dan motif diri.
Bercermin kembali pada sang Janus, tepat juga bila hal-hal ini terjadi hanya pada awal tahun, cukup untuk berada pada posisi untuk diakhiri, untuk menjadi pijakan mengawali dan mengisi sisa waktu ke depan. Meskipun seringkali berada di posisi terpinggirkan, untunglah masih bisa penuh rasa, berdiri menyaksikan kekusutan arus yang mengalir di hadapan. Menyadari diri selalu bercacat tak sempurna, ternyata semakin membuka mata, masih jauh jalan, masih banyak tugas yang belum terselesaikan.
Hidup...
penuh sungguh,
tak terkatakan
2 komentar:
dalemmmmm, hehehe
apanya nih...hehehe
^_*
Posting Komentar