Rabu, 02 Desember 2020

3 M

Sejak pandemi dimulai, muncul banyak sekali istilah baru, yang berkaitan dengan penyakitnya lah, penderitanya lah, dampaknya lah, kebiasaan barunya lah, segala macam, berisik sekali sampai berasa bisa bikin cabang ilmu baru di dalam ilmu Filsafat. Ilmu paling ajaib yang akhirnya, bisa juga saya pelajari sekarang, meski seperti biasa berujung dengan membawa lebih banyak pertanyaan tidak berjawab lagi.

3M, budaya adaptasi kebiasaan baru, cara termudah yang bisa dijalankan siapa saja untuk mencegah tertular Covid, awalnya menjemukan sekali untuk diikuti. Mengingatkan diri sendiri dan orang lain untuk selalu memakai masker, mencuci tangan sesering mungkin dan menjaga jarak, bukan hal mudah. Belum lagi kalau ada yang merasa diri kebal dan lantas bersikap bebal, membuat kita berusaha menambah kemampuan lebih, mengendalikan diri. Menahan diri sendiri supaya lebih tertib mengatur seluruh indera dan kebiasaan sendiri, supaya sedikitnya tetap bertahan sehat, waras, dan tidak muak dengan keadaan serta tim KB kebal-bebal tadi.

Menertibkan diri sendiri, bagi saya lebih ke arah menenangkan diri sendiri sembari mengingatkan bahwa segala kemustahilan adalah hal yang mungkin saja terjadi saat-saat ini. Virus tak kasat mata telanjang ini membuat banyak hal bisa terlihat dengan mata bahkan tanpa perlu terbelalak.
Melihat, bahwa nasib manusia sungguh serupa, terlahir, mesti berjuang untuk tetap hidup dan bertahan, atau hanya bisa berpasrah bila sang akhir sudah menjemput.
Memaksa kita untuk merasakan, bahwa bahkan segala daya, upaya, dana dan tenaga bahkan bisa memiliki batas.
Membuat kita mengerti, bahwa terkadang hanya harapan, doa, dan perasaan yang paling dalam saja yang bisa menguatkan kita pada saat kita berserah.

3M, mungkin bisa memiliki banyak versi untuk setiap orang, entah mereka menyadari, melakukan, atau mengabaikannya, memang kembali menjadi pilihan diri. Tapi bagi saya, melihat orang-orang terkasih berjuang keras hidup lagi, merasakan setiap nyeri, sesak, air mata, senyum mereka, dan mengerti betapa banyak berkat yang dialami, menghidupkan misteri menyenangkan tentang hidup sendiri.

Mengapa kita hidup? Ke manakah akan menuju kelak? Bagaimana nanti?



Untuk kakak-kakakku terkasih & semua pejuang COVID19. Semoga selalu diberkati Tuhan.

Tidak ada komentar:

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...