Sabtu, 05 Desember 2009

Batas

Sekeping biji rumput jatuh ke lahan gersang, di pinggir jalan yang ramai. Ia bertunas, tumbuh, berkembang dan mekar di sela rintik hujan dan cahaya mentari, kerap tak terlihat orang yang lalu. Berkali waktu debu panas keringkan batang-batang gemulainya, teguh ia bertahan. Setiap saat lainnya kembali menghijau setelah menari di bawah awan penuh embun.

Terus menyebar, gerumbul rumputku, luaskan akar tutupi retakan tanah padas di bawah lindungan jalinan daunmu, tarik sebanyak mungkin titik air yang sejukkan lubang-lubang menganga di dasar rumpunmu, kembangkan kelopak di kelabu lembut bunga-bungamu, siap melayang bersama hembusan angin ke tepi padang.

Namun kemarau kali ini rupanya kehilangan ujung, dan kaupun terbang dalam kepak kuntum-kuntummu. Jauh, lewati segala rekahan nestapa, dengan sayap terentang kuat dan tiara berkilauan di luasnya langit penuh bintang. Engkau pergi, tinggalkan tanah yang tak mungkin lagi sama seperti masa kau ada.


Hidup manusia itu seperti bunga rumput….
Hari ini ada, esok tiada.
Tidak pernah ada cukup waktu untuk berbagi, hanya kenangan dan cinta yang tetap membuatnya bernafas.
Dari mana kita datang, di mana kita ada, ke mana kita akan pergi, semua adalah waktuNya.
Kita hanya bisa berserah padaNya,
yang mencintai kita dengan CintaNya yang tak berbatas
dalam waktuNya yang penuh batas.





















Untuk Mbak Ona Soelarso, yang berpulang di awal pagi ini.

Beristirahatlah dengan damai, saudari kekasihku,
di tempat terindah,
di mana hanya ada Cinta
bebas dari air mata kepedihan
dan tidak akan pernah lagi ada penderitaan,
karena kasih Tuhan sendirilah yang kan selalu memelukmu….Amin.

Tidak ada komentar:

Kisah Kita

Bernafas, namun tak berasa hidup. Berjiwa, namun berasa tak bernyawa. Menjalani hari hanya menghitung tiap menit, berusaha melupakan bahwa...